Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Perselisihan Hasil Pemilu Kabupaten Tabanan, Bali, yang diajukan oleh I Wayan Sukaja dan I Gusti Mhurah Anom, Rabu (19/5), di Gedung MK. Perkara ini diregistrasi Kepaniteraan MK dengan nomor 7/PHPU.D-VIII/2010.
Para pemohon merupakan Pasangan calon dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah dan Wakil kepala Daerah (Pemilukada) Kabupaten Tabanan yang keberatan dengan Surat Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Tabanan Nomor 41/KPU Kab. Tbn/2010 tentang Penetapan rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Calon Terpilih dalam Pemilukada Tabanan, Bali. Menurut kuasa hukum Pemohon, W. Warsa T. Bhuwana, dalam Surat Keputusan KPU Kabupaten Tabanan, Pemohon memperoleh 116.153 suara, padahal seharusnya Pemohon memperoleh suara sebanyak 126.403 suara. “Suara untuk Pemohon masuk ke dalam suara yang diperoleh Pasangan Nomor Urut 1, yakni pasangan Ni Putu Eka Wiryastuti dan I Komang Gede Sanjaya yang ditetapkan terpilih dengan jumlah suara sebanyak 134.441 suara. Padahal seharusnya Calon Pasangan Nomor Urut 1 hanya memperoleh 124.191 suara. Jadi, sekitar 10.250 suara milik Calon Pasangan Nomor Urut 1 adalah milik Pemohon,” jelas Bhuwana.
Bhuwana juga mempersoalkan pleno yang dilaksanakan oleh KPUD Tabanan tanggal 10 Mei 2010 yang dianggap cacat menurut hukum. Hal tersebut, lanjut Bhuwana, karena pleno tersebut dilaksanakan atas dasar data hasil pleno kecamatan di masing-masing kecamatan. “Buktinya dapat dilihat dari surat keputusan pleno kecamatan yang menetapkan surta suara cadangan sebesar 2% (dua persen) dari DPT yang seharusnya sebesar 2,5% (dua koma lima Persen) dari DPT. Hasil Pleno PPK Kecamatan juga tidak memperlihatkan keseimbangan antara surat suara yang diterima dengan surat suara yang diplenokan,” paparnya.
Selain itu, Pemohon menemukan kejanggalan-kejanggalan dalam penulisan hasil dari Rekapitulasi di sebagian besar TPS. Menurut Bhuwana, ditemukan tanda tulisan tangan yang sama yang dibuat oleh petugas Pemilukada sehingga membuktikan adanya rekayasa terhadap perolehan suara.
Menanggapi permohonan Pemohon, Pihak Termohon yakni KPUD Kabupaten Tabanan yang diwakili oleh Ketua KPUD Kabupaten Tabanan I Gede Budiatmika menyampaikan bahwa permohonan Pemohon tidak jelas mencantumkan objek perselisihan hasil Pemilukada. Selain itu, Pihak Termohon menganggap permohonan tidak memenuhi aturan waktu 3 x 24 jam seperti yang diatur undang-undang untuk mengajukan perkara perselisihan hasil Pemilukada ke MK. “KPUD Kabupaten Tabanan telah mengeluarkan Surat Keputusan pada 10 Mei 2010, tetapi permohonan Pemohon baru diregistrasi pada 17 Mei 2010. Maka sudah seharusnya permohonan Pemohon tidak dapat diterima karena lewat dari waktu 3 x 24 jam,” ujarnya.
Budiatmika juga menjelaskan bahwa tidak ada keberatan dari saksi yang hadir saat berlangsungnya rekapitulasi hasil suara di tingkat PPK baik dari calon pasangan lain maupun Panwaslu. “Pemohon tidak mengirimkan saksi ketika berlangsung Rapat Pleno baik di tingkat KPUD maupun di tingkat PPK,” katanya.
Dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan ini, Ketua Majelis Hakim Panel M. Akil Mochtar mengingatkan kepada Pemohon dan Pihak Termohon untuk melengkapi kebutuhan persidangan dengan cepat. “Persidangan perselisihan hasil Pemilukada diatur dalam undang-undang harus diselesaikan dalam tempo 14 hari (speedy trial). Oleh karena itu, pada sidang berikutnya yang jatuh pada 24 Mei 2010, Pemohon dan Pihak termohon sudah harus mengajukan saksi dan alat bukti yang sudah dimaterai,” tandasnya. (Lulu Anjarsari)