Jakarta, MK Online - Segenap mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Pasundan, Bandung mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (19/5) pagi. Kedatangan mereka diterima langsung Hakim Konstitusi H.M. Arsyad Sanusi. Kunjungan ini bertujuan untuk menimba ilmu lebih jauh mengenai bidang ketatanegaraan khususnya kinerja MK. Disamping menimba ilmu ketatanegaraan, mahasiswa FH Universitas Pasundan juga dapat melihat langsung pelaksanaan sidang yang berlangsung di MK.
Dalam kesempatan itu Arsyad Sanusi menjelaskan perbedaan putusan MK dengan Mahkamah Agung (MA). Dikatakan Arsyad, putusan MK bersifat erga omnes yang berarti mengikat dan harus dipatuhi oleh setiap warga negara. Selain itu putusan MK bersifat final, tidak ada lagi upaya hukum seperti banding, kasasi dan lainnya. Arsyad mencontohkan beberapa putusan MK, antara lain putusan terhadap UU Penodaan Agama dan UU BHP.
“Sedangkan putusan MA bersifat inter partes yang hanya mengikat para pihak bersengketa dan lingkupnya merupakan peradilan umum, diperkenankan melakukan upaya hukum seperti banding, kasasi dan lainnya,” jelas Arsyad di hadapan para mahasiswa yang dipimpin oleh Endang S. Komara selaku Sekretaris Bagian Hukum Tata Negara FH Universitas Pasundan, Bandung.
Perbedaan lainnya antara MK dengan MA, sambung Arsyad, MK diantaranya memiliki wewenang menguji UU terhadap UUD. Sedangkan MA antara lain berwenang menguji peraturan perundang-undangan di bawah undang-undang. Kemudian juga, para hakim MK terdiri atas 9 hakim yang diajukan oleh Presiden, DPR dan MA. Kalau di MA terdapat paling banyak 60 hakim agung. calon hakim agung diusulkan Komisi Yudisial kepada DPR, untuk kemudian mendapat persetujuan dan ditetapkan sebagai hakim agung oleh Presiden.
Lebih lanjut Arsyad juga menerangkan pengertian MK sebagai lembaga peradilan modern dan terpercaya. Diungkapkan Arsyad, pengertian modern dan terpercaya bahwa pihak berperkara dapat mendapatkan salinan putusan secara cepat, tanpa dipungut bayaran dan mengajukan permohonan berperkara secara online bila mereka berada di luar Jakarta. “Bahkan pihak yang berperkara dapat melakukan sidang jarak jauh atau melalui teleconference, untuk mereka yang berada di luar Jakarta,” tambah Arsyad.
Arsyad juga mengungkapkan bahwa MK merupakan Pengawal Konstitusi, dalam arti bahwa konstitusi yang telah ada kini harus dihormati, tidak boleh dilanggar, diinjak-injak oleh siapa pun. Sedangkan MK sebagai Penafsir Tunggal Konstitusi diartikan MK yang berhak menginterpretasikan makna-makna yang ada dalam UUD 1945. Lainnya, MK disebut sebagai Pengawal Demokrasi, dalam arti MK harus mampu melindungi hak-hak asasi dari setiap warganegara.
“Selain kewajiban tersebut, MK memiliki kewenangan lainnya yaitu menguji UU terhadap UUD 1945, memutus sengketa kewenangan antara lembaga negara, memutus perselisihan hasil pemilu dan memutus pembubaran partai politik,” kata Arsyad. (Nano Tresna A.)