Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pengucapan putusan atas permohonan perselisihan hasil pemilu (PHPU) kepala daerah dan wakil kepala daerah Kota Semarang dengan Nomor 3-4/PHPU.D-VIII/2010. Pemohon adalah pasangan Calon Walikota dan Wakil Walikota Mahfudz Ali dan Anis Nugroho Widharto, serta pasangan calon Bambang Raya Saputra dan Kristanto. Permohonan ini ditolak seluruhnya oleh MK, Selasa (18/05) sore. Pembacaan putusan berlangsung di ruang sidang Pleno Gedung MKRI.
Pembacaan putusan dihadiri oleh para Pemohon dan juga Termohon beserta kuasa hukumnya. Pada kesempatan kali ini Termohon didampingi oleh Prof. Syamsul Bahri dari KPU Pusat. Hadir pula Pihak Terkait yang diwakili oleh kuasa hukumnya, yakni Agus Nurdi dan Azi Widianingrum. Pihak Terkait adalah pasangan calon terpilih, yakni Pasangan Soemarmo Hadi Saputro dan Hendrar Prihadi.
Putusan dibacakan secara bergilir oleh Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi, Maria Farida Indrati, Muhammad Alim serta diakhiri dengan Mahfud MD selaku Ketua Majelis Sidang Pleno, yang sekaligus membacakan konklusi dan amar dari putusan. “Menyatakan menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” ucap Mahfud.
Dalam putusannya, Majelis berpendapat seluruh dalil para Pemohon tidak berdasarkan pada pertimbangan yuridis dan tidak dapat dibuktikan dalam persidangan. “Dalil-dalil para Pemohon tidak berdasar dan tidak beralasan hukum,” ungkap Alim.
Terkait dengan dalil Pemohon yang mengungkapkan bahwa tidak diterimanya berkas pendaftaran dari para pasangan calon perseorangan telah mempengaruhi perolehan suara Pemohon, Majelis berpendapat , tidak ada relevansinya antara jumlah suara yang didapat oleh Pemohon dengan hal tersebut. “Terkait hitung-hitungan suara yang dicantumkan oleh Pemohon dalam permohonan, tidak dapat diterima secara logika matematis maupun logika hukum. Bahkan hal tersebut telah menegasikan penyelenggaraan Pemilu itu sendiri,” tutur Maria.
Selanjutnya, berkaitan dengan dalil terjadinya pelanggaran pidana selama palaksanaan pemilukada, mahkamah berpendapat hal tersebut bukanlah kewenangan MK, tapi jika hal tersebut memang benar-benar terjadi, maka disarankan untuk diselesaikan melalui mekanisme hukum yang telah ditentukan.
“Seandainya pun terjadi pelanggaran pidana Pemilu seperti yang didalilkan Pemohon I, menurut Mahkamah pelanggaran pidana dimaksud belumlah sampai dilakukan secara massif, sistematis, dan terstruktur yang melanggar prinsip-prinsip demokrasi dan pelanggaran asas Pemilu serta masih dalam ruang lingkup kewenangan Panwaslu, Kepolisian, dan Peradilan Umum. Oleh karena itu, Mahkamah tidak cukup menemukan alasan hukum untuk memerintahkan KPU Kota Semarang melakukan penghitungan ulang ataupun Pemilukada ulang,” lanjutnya.
Menanggapi eksepsi dari Termohon, Mahkamah menyatakan eksepsi Termohon tidak dapat diterima. “Eksepsi Termohon tidak tepat dan tidak beralasan,” ungkap Mahfud. (Dodi H.)