Jakarta, MK Online - Sesuai pernyataan Majelis Hakim pada persidangan sebelumnya, bahwa akan menghadirkan pihak Panitia Pengawas Pemilihan Umum (Panwaslu) Kepala Daerah Kota Semarang dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) untuk bersaksi di persidangan. Maka, hadir pada persidangan kali ini, Rabu pagi (12/05), Ketua Panwaslukada Semarang, Yunan Hidayat beserta salah satu anggotanya Tasi Denny Septiviant. Hadir pula, I Gusti Putu Artha selaku Ketua Kelompok Kerja (Pokja) Nasional Pemilihan Umum Kepala Daerah KPU Pusat.
Pada persidangan kali ini, ada 3 (tiga) hal yang akan diselenggarakan oleh Majelis, untuk memperdalam dan memperjelas permasalahan. Yakni, pertama, menghadirkan dan menunjukkan bukti C2 Plano terkait dugaan penggelembungan suara; kedua, adanya prima facie (kesimpulan sementara) tentang calon independen yang dipersulit oleh Termohon; serta ketiga, melakukan pengesahan alat-alat bukti.
Demikian yang diutarakan oleh Ketua Majelis, Mahfud MD, ketika membuka sidang Permohonan Nomor 3/PHPU.D-VIII/2010 dan 4/PHPU.D-VIII/2010. Majelis Sidang beranggotakan Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati dan M. Arsyad Sanusi. Sidang bertempat di Ruang Sidang Pleno Gedung MK RI.
Sidang diawali dengan kesaksian Denny Septiviant. Dalam persidangan Ia mengungkapkan bahwa memang benar para calon perseorangan telah melakukan pengaduan atas dugaan-dugaan pelanggaran yang telah terjadi. Atas laporan itu pula, menurutnya, Panwaslu telah melakukan mediasi untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. “Berdasarkan undang-undang dan peraturan yang ada, jika ada pengaduan maka dilakukan proses. Ada tiga jenis pelanggaran, yaitu administratif, pidana, serta sengketa non-administrasi. Nah, karena pengaduan pada saat itu terkait yang nomor tiga ini, maka Panwas melakukan mediasi,” ujarnya.
Pengaduan itu dilakukan oleh beberapa pasangan bakal calon perseorangan, diantaranya: Eko Tjiptartono, Rudy Sulaksono, dan Nanda Rico. Mereka mengadukan permasalahan prosedur untuk menjadi bakal calon perseorangan dalam Pemilukada Kota Semarang dan beberapa pelanggaran lain yang terjadi.
Berdasarkan mediasi tersebut, Panwaslu akhirnya mengeluarkan sebuah surat yang berisi pernyataan dan rekomendasi. Yang mana dalam surat itu, Panwaslu, diantaranya menyatakan KPU Kota Semarang telah berlebihan dalam menerapkan Pasal 10 nomor 3 UU Nomor 27 Tahun 2007, serta menyatakan jika ada tindak pidana, maka Panwaslukada menyarankan untuk diselesaikan sesuai peraturan yang ada. “Kalau ada pidana, silahkan lapor ke Poltabes,” ungkap Denny.
Terkait hal itu, Hakim Arsyad menanyakan tanggapan dan tindak lanjut hasil rekomendasi itu. “Bagaimana respon KPU?” tanyanya. “KPU bilang siap dan akan melaksanakan apapun hasil rekomendasi,” jawabnya. Arsyad pun lanjut bertanya, “bagaimana setelah itu?” Ia pun menjawab, “KPU Kota Semarang bilang akan berkomunikasi dengan KPU Provinsi dan KPU Pusat terlebih dahulu. Terkait perkembangannya setelah itu, kami tidak diberitahukan lagi.” Dalam persidangan terungkap pula bahwa Panwaslu pernah menyarankan untuk dibentuk Majelis Kode Etik untuk menyelesaikan persoalan itu, namun hal ini tidak ada kelanjutannya.
Menanggapi ‘keluhan’ para bakal calon perseorangan tersebut, Putu, menjelaskan filosofi yuridis penyelenggaraan Pemilu serta batas-batas kewenangan KPU Pusat dan KPU di tingkat daerah. Bahwa menurutnya, jika ada keputusan yang dibuat oleh KPU kota/kabupaten terkait implementasi dari UU, yang menyesuaikan dengan dinamika masyarakat yang ada, selama tidak bertentangan dengan ketentuan yang berlaku, maka hal itu diperbolehkan. “Itu ranah KPU Kota, bukan KPU Pusat. Pengaturan lebih lanjut terkait masalah teknis adalah domainnya KPU di daerah. Dengan catatan, hal itu sudah disosialisasikan dengan baik kepada para pasangan bakal calon.” tegasnya.
“Seperti yang terjadi di Sumatera. Di sana pemilukada diselenggarakan dengan sistem Nagari, tidak berdasarkan daerah administratif. Hal itu kami akomodir selama itu memperlancar pemilu.” katanya mencontohkan.
Kemudian dalam uraiannya, ia pun memberikan beberapa catatan terhadap pihak Pemohon maupun Termohon. “Ada beberapa titik lemah dari para pasangan bakal calon maupun KPU Kota. Pasangan yang ingin mencalon selalu datangnya saat-saat injury time, sebaiknya jangan begitu, karena jika ada kekurangan-kekurangan waktu perbaikan akan sangat sempit. Ujung-ujungnya KPU disalahkan. Sedangkan, untuk KPU Kota, seharusnya berkas yang dibawa itu diterima saja, jangan ditolak. Karena soft copy atau hard copy yang diterima KPU Kota itu sebagai alat kontrol, yang digunakan untuk pembanding data-data yang ada di PPS (Panitia Pemungutan Suara). Jika memenuhi syarat dukungan minimal jumlah suara, maka selanjutnya akan dilakukan perivikasi, jika tidak, ya, tidak bisa mencalon,” urainya.
Menurut pihak Termohon, mereka menolak pendaftaran para pasangan bakal calon perseorangan saat itu dikarenakan semua bakal calon perseorangan tidak memenuhi syarat administratif, khususnya terkait bukti jumlah minimal suara dukungan. Jumlah minimal dukungan yang harus dipenuhi adalah 50. 785 suara.
Sahkan Alat Bukti
Pada kesempatan yang sama, Majelis hakim telah melakukan pengesahan alat-alat bukti. Ada 44 (empat puluh empat) alat bukti yang diajukan oleh seluruh pihak. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut: 22 (duapuluh dua) diajukan oleh pemohon Nomor 3/PHPU.D-VIII/2010, 6 (enam) bukti dari Pemohon nomor 4/PHPU.D-VIII/2010, serta 16 (enam belas) oleh pihak Termohon.
Sebelum mengakhiri sidang, Majelis juga mendengarkan closing statement dari masing-masing pihak. Sidang akan dilanjutkan setelah hakim menerima kesimpulan tertulis dari para pihak. “Sidang selanjutnya adalah vonis. InsyaAllah Selasa sudah vonis, atau waktu lain yang akan diumumkan secara resmi. Kesimpulan sudah harus diterima Jum’at Pukul 16.00 wib,” tutur Mahfud sekaligus menutup sidang. (Dodi H.)