Jakarta, MK Online - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD dan Hakim Konstitusi Akil Mochtar menerima kunjungan United States Commision on International Religious Freedom (USCIRF) terkait permasalahan kebebasan beragama dan UU 1/PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama (UU Penodaan Agama), Rabu (12/03) di Ruang Tamu Ketua MK.
USCIRF didirikan berdasarkan Undang-Undang Internasional Kebebasan Beragama Tahun 1998 untuk memantau kebebasan berpikir, berpendapat, dan beragama atau kepercayaan lain, sebagaimana didefinisikan dalam Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia dan instrumen internasional terkait. Komisi ini juga memberikan rekomendasi kebijakan independen untuk Presiden, Menteri Negara, dan Kongres. Leonardo Leo selaku ketua USCIRF menyatakan bahwa kedatangannya ke MK ingin meminta pandangan dari MK mengapa tetap mempertahankan UU Penodaan Agama. Belajar dari berbagai negara, UU Penodaan dan Penistaan Agama seringkali justru menciptakan kesenjangan toleransi dan cenderung digunakan main hakim sendiri oleh salah satu kelompok agama.
âSaya melihat perkembangan toleransi di Indonesia berkembang baik ketika kami (USCIRF) memantau Indonesia semenjak tahun 2003. Sedangkan secara pribadi Ketua MK Mahfud MD juga tidak sepakat dengan pemberlakuan syariat di Indonesia,â ujar Leonardo mengawali diskusi.
Menjawab pertanyaan itu, Mahfud MD menjelaskan bahwa dalam UUD 1945 yang merupakan konstitusi negara Indonesia menjamin seratus persen tentang kebebasan beragama dan beribadah menurut agama masing-masing. Memang pada dasarnya UU Penodaan Agama memiliki kekurangan secara teknisnya, namun tidak berarti inkonstitusional.
âDengan adanya UU Penodaan Agama justru diharapkan dapat menciptakan situasi aman dan nyaman tidak ada keributan. Ketika UU itu masih tetap berlaku maka tidak boleh salah satu kelompok agama main hakim sendiri dan melakukan kekerasan terhadap kelompok agama yang lainnya,â terangnya.
Jadi, lanjut Mahfud, menyinggung dan menodai agama lain itulah yang tidak boleh. Apabila terdapat penodaan maka harus diproses sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku.
Terkait syariat islam, mantan Menteri Pertahanan era Gus Dur ini menjelaskan bahwa dirinya memang tidak setuju diberlakukan di Indonesia. âNegara tidak boleh memberlakukan syariat karena tidak sesuai dengan asas perlakuan hukum di Indonesia. Saya setuju negara menjamin orang bebas menjalankan agama dan beribadah,â ucapnya.
Ia mencontohkan dengan perumpamaan ibadah haji. âNegara tidak boleh mewajibkan seorang untuk melakukan ibadah semisal pergi haji. Seumpamanya Hakim Konstitusi Akli Mochtar hendak pergi haji, maka hak beliau untuk melaksanakan itu yang dilindungi dan dijamin agar tidak terhalang untuk melaksanakannya,â urai Mahfud.
Terkait permasalahan penekanan terhadap salah satu kelompok agama terhadap kelompok yang lainnya melalui pemerintah, Mahfud MD dan Leonardo sepakat hal itu tidak boleh terjadi. Selanjtnya, perda ataupun peraturan perundang-undangan yang lain juga tidak boleh bersifat diskriminatif serta memarjinalkan perempuan. (RN Bayu Aji)