Jakarta, MK Online - Sidang lanjutan perkara Nomor 3/PHPU.D-VIII/2010 dan 4/PHPU.D-VIII/2010, Selasa pagi, (11/05), diwarnai tangisan salah seorang saksi. Sidang pemeriksaan (Pihak Terkait dan keterangan saksi dari para pihak serta pembuktian) ini diketuai oleh Mahfud MD, beranggotakan M. Arsyad Sanusi dan Maria Farida Indrati. Pemeriksaan perkara ini dilakukan di Ruang Sidang Pleno Gedung MK RI.
Saksi bernama Sri Sumari. Ia adalah ‘mantan’ salah satu bakal calon perseorangan dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah Walikota dan Wakil Walikota Semarang. Ia bersaksi untuk menjelaskan bahwa dirinya telah dirugikan dan dikecewakan atas tindakan yang dilakukan oleh KPU Semarang kepadanya. Selain itu, Ia pun membantah dirinya pernah dijelaskan tentang format pelaporan berkas dukungan yang mengharuskannya mengurutkan data dari RT dan RW yang terkecil.
“Dunia akhirat saya tidak terima. Saya sudah mengadu kepada Panwas, Bawaslu dan KPU Pusat. Bahkan atas tindakan KPU yang tidak bisa saya terima ini, saya telah melapor ke Poltabes,” tuturnya dengan suara getir, karena menahan tangis.
Para saksi lain, yang dihadirkan Pemohon pun mengungkapkan hal senada. Mereka pada intinya menerangkan, tidak ada dalam sosialisasi yang dilakukan oleh KPU Semarang menjelaskan bahwa format bukti dukungan harus diurutkan berdasarkan urutan RT dan RW dari yang terkecil, pada setiap kelurahan. Dan, ketika diberitahu, para saksi hanya diberi waktu 2 (dua) hari untuk memperbaikinya, yang menurut mereka, hal itu tidak logis dan sangat sulit untuk dipenuhi.
Selain itu, Saksi Eko Tjiptartono, juga mengungkapkan bahwa mereka telah dikonfrontir dengan pihak KPU Semarang di Jakarta untuk menyelesaikan permasalahan pendaftaran bakal calon perseorangan ini. Pertemuan itu difasilitasi oleh KPU Pusat. “Pada saat itu kami dikonfrontir dengan KPU Semarang oleh KPU Pusat. Saat itu Bapak I Gusti Putu Artha menyatakan permohonan kami bisa diakomodir.” ujarnya.
Menanggapi kesaksian tersebut, Mahfud mengungkapkan, ada indikasi KPU Semarang telah mempersulit pencalonan para bakal calon perseorangan melalui persyaratan administratif. “Dari kesaksian, kalau hal itu benar. Sepertinya KPU Semarang telah menghalang-halangi calon perseorangan,” Ia melanjutkan, “masalah administratif sepertinya lebih penting dari substansinya. Apakah jika tidak diminta untuk mengurutkan akan mempengaruhi validitas data yang diperoleh KPU? Apakah KPU akan kesulitan jika tidak diurutkan?” tanyanya kepada Termohon.
Pertanyaan itu pun ditanggapi oleh Abdul Kholiq, salah satu Anggota KPU Semarang. “karena tidak ada pengaturan terkait format pelaporan berkas dukungan, maka kami mengaturnya labih lanjut,” katanya. Ia kurang menjelaskan lebih jauh kenapa mesti diurutkan. Kemudian, terkait dengan tidak dilaksanakannya hasil kesepakatan yang terjadi saat pertemuan dengan KPU Pusat, Ia mengatakan bahwa KPU Semarang tidak bisa melakukan hal itu karena akan menggeser jadwal dan tahapan Pemilihan yang telah ada, serta keputusan tertulis dari KPU Pusat terkait hal itu tidak mempunyai kekuatan hukum.
“Surat dari KPU Pusat hanya secarik kertas yang tidak bisa menganulir peraturan yang telah ada, karena tidak mempunyai kekuatan hukum. Peraturan tidak bisa dianulir oleh keputusan,” ungkapnya.
Selain itu, Pemohon mengakui tidak bisa membuktikan bahwa politik uang yang terjadi berpengaruh terhadap perolehan suara mereka. Hal itu dinyatakan setelah mendengarkan kesaksian para saksi untuk membuktikan telah terjadi politik uang dalam penyelenggaraan Pemilukada Semarang. “Apa pengaruh money politics itu terhadap perolehan suara anda? Bagaimana anda bisa memastikan bahwa pemilih terpengaruh dengan pemberian uang itu?” tanya Mahfud. Kuasa hukum Pemohon pun terdiam, kemudian Mahfud lanjut bertanya, “Jadi, tidak bisa dibuktikan, ya?” Pemohon pun menjawab, “Iya, bapak.”
Beda Persepsi
Terjadi perbedaan persepsi antara Pemohon dengan Termohon terkait frasa “mengurutkan” dalam buku panduan yang diberikan oleh Termohon. Hal ini seperti dijelaskan oleh Junaidi, Ketua KPU Semarang, “Setiap kali (para bakal calon) datang, form BB 1 WWW itu selalu kami sosialisasikan. Kami selalu memberitahukan untuk mengurutkan. Memang, kami tidak mengatakan mengurutkan dari RT dan RW terkecil pada tiap kelurahan. Karena menurut kami, mengurutkan itu sudah jelas dari yang terkecil hingga terbesar. Tapi, hal ini diartikan lain oleh para pihak (pasangan bakal calon perseorangan),” jelasnya.
Berkaitan dengan kesaksian dan tanggapan para pihak di persidangan. Majelis akan mendatangkan Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Pusat. “Untuk mendalami hal ini, kita akan memanggil Panwas dan KPU Pusat,” tegas Mahfud.
Sidang akhirnya diskors oleh Ketua Majelis dan akan dilanjutkan lagi Selasa sore, pukul 15.30 WIB. (Dody H.)