Jakarta, MK Online - Dalam praktiknya, uji materi UU terhadap UUD 1945 yang dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia, cukup banyak yang merupakan pengaduan konstitusional (constitutional complaint). Namun demikian, saat ini MK Republik Indonesia memang belum memiliki kewenangan untuk menangani pengaduan konstitusional.
Hal itu berbeda dengan di Thailand dan Jerman, MK masing-masing negara tersebut banyak menangani pengaduan konstitusional. Di Jerman, menangani pengaduan konstitusional merupakan salah satu wewenang pokok Mahkamah Konstitusi. Pengaduan konstitusional merupakan bagian dari mekanisme untuk menjaga supremasi konstitusi dan melindungi hak konstitusional warga negara.
“Di Jerman banyak sekali terjadi pengaduan konstitusional. Contohnya, gugatan para pegawai toko di Munich yang meminta hari minggu libur kerja, karena demi kepentingan ibadah mereka,” jelas Hakim Konstitusi Akil Mochtar yang memberikan kuliah kepada para mahasiswa Fakultas Hukum (FH) Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, pada Selasa (11/5) siang di gedung MK.
Lebih lanjut Akil membahas secara panjang lebar mengenai wewenang dan kewajiban MK, sesuai Pasal 10 UU No.24/2003 tentang Mahkamah Konstitusi. Dikatakannya, wewenang utamanya adalah melakukan pengujian UU terhadap UUD (judicial review). Wewenang lainnya adalah memutus sengketa yang terjadi antara lembaga negara, membubarkan partai politik serta memutus sengketa hasil pemilihan umum serta pemilukada.
“Lainnya, MK wajib memberikan putusan atas pendapat DPR bahwa Presiden dan atau Wakil Presiden yang diduga telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya atau perbuatan tercela,” ucap Akil dihadapan para mahasiswa FH Universitas Lambung Mangkurat yang dipandu oleh Ichsan Anwary, Ketua Jurusan Hukum Tata Negara FH Universitas Lambung Mangkurat.
Selain itu Akil menjelaskan pembentukan MK di suatu negara yang dilatarbelakangi empat hal. Hal yang pertama adalah paham konstitusionalisme, dalam pengertian kewibawaan hukum harus mampu mengatasi permasalahan negara. Kalau tak mampu mengatasi permasalahan negara, demokrasi akan liar. Selain itu konsep-konsep hak sipil warga negara harus dijamin oleh konstitusi.
“Hal yang kedua, pelaksanaan check and balance agar tidak terjadi overlapping antara kewenangan lembaga negara,” ungkap Akil Mochtar.
Hal ketiga sebagai latar belakang pembentukan MK, lanjut Akil, penyelenggaraan negara yang bersih (clean government). MK merupakan kekuasaan yang dapat melakukan kontrol terhadap akuntabilitas pejabat publik dalam melakukan tugas dan fungsinya agar tetap berpijak pada nilai moralitas.
“Sedangkan hal yang keempat adalah perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM). Artinya tetap berpijak pada prinsip dan menghormati demokrasi maupun melindungi hak asasi manusia,” tandas Akil. (Nano Tresna A.)