Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak uji materi UU No. 19 Tahun 2008 tentang Surat Berharga Syariah Negara (UU SBSN), Jum’at (07/05), di ruang sidang pleno MK. Permohonan yang teregistrasi dengan Nomor 143/PUU-VII/2009 ini dimohonkan oleh Bastian Lubis karena merasa hak konstitusionalnya dirugikan terkait penggunaan barang milik negara sebagai dasar penerbitan serta aset SBSN.
Setelah memerikasa permohonan, MK memiliki pendapat bahwa apabila dalam jangka waktu dijaminkannya aset SBSN berupa tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan oleh Pemerintah kepada pihak tertentu gagal bayar (default), berarti objek tersebut akan dikuasai oleh pihak ketiga (pemegang gadai) objek jaminan Pemerintah. Dengan beralihnya objek jaminan tersebut, pada saat itulah timbul kerugian yang nyata bagi Pemohon karena tidak dapat lagi memanfaatkan fasilitas umum berupa tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan tersebut.
“Alasan bahwa kerugian yaitu tidak dapat lagi memanfaatkan fasilitas umum berupa tanah, dan lain-lain, tidak tepat menurut hukum karena tidak terjadi peralihan hak atas aset yang dijaminkan. Eksistensi dan penerapan Undang-Undang a quo justru memberi manfaat bagi masyarakat secara keseluruhan termasuk Pemohon, terutama karena menjadi salah satu sumber Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN),” terang Hakim Konstitusi Arsyad Sanusi.
Selanjutnya, terkait dengan kerugian yang didalilkan Pemohon bahwa sebagai perorangan warga negara kehilangan hak konstitusionalnya atas tanah dan/atau bangunan dan selain tanah dan/atau bangunan sebagai akibat diterbitkannya SBSN, MK menilai tidak terdapat hubungan sebab-akibat (causal verband) antara kerugian yang didalilkan dengan pasal yang dimohonkan pengujian. Pasal yang dimohonkan pengujian hanya berupa pengaturan penggunaan Barang Milik Negara dalam rangka penerbitan Surat Berharga Syariah Negara yang merupakan pilihan kebijakan yang bersifat terbuka (opened legal policy) dalam rangka pengelolaan keuangan negara untuk meningkatkan daya dukung APBN dengan menggunakan instrumen keuangan berbasis syariah yang oleh pembentuk undang-undang dipandang memiliki peluang besar yang belum dimanfaatkan secara optimal untuk membiayai pembangunan nasional.
“Dengan demikian, terhadap konstruksi hukum para Pemohon bahwa telah terjadi kerugian konstitusional dengan dasar Pasal 28H ayat (2) UUD 1945 sebagai batu ujinya, menurut Mahkamah adalah tidak berdasar dan tidak beralasan hukum,” lanjut Arsyad dalam pembacaan putusannya.
MK kemudian juga sependapat dengan keterangan enam orang ahli dari Pemerintah, masing-masing KH Ma’ruf Amin, H. Adiwarman A Karim, Gahet Ascobat, Farouk Abdullah Alwyni, Muhammad Syakir Sula, dan Ary Zulfikar, bahwa pada pokoknya SBSN tidak merugikan negara tetapi justru menguntungkan negara khususnya dalam membiayai APBN, dan barang milik negara yang dijadikan underlying asset tetap dapat digunakan oleh instansi yang bersangkutan karena hanya hak atas manfaat yang dijadikan underlying asset, tidak ada pemindahan hak milik (legal title) dan tidak dilakukan pengalihan fisik barang, sehingga tidak mengganggu fungsi penyelenggaraan tugas Pemerintah.
Oleh sebab itu dalam kesimpulannya, MK menilai keseluruhan permohonan dan juga dalil-dalil yang diajukan oleh Pemohon tidak beralasan hukum. “MK menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” tegas Mahfud MD dalam pembacaan amar putusan. (RN Bayu Aji)