Selasa, 04 May 2010]
Fungsionaris Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI) menguji Pasal 218 ayat (3) UU Pemilu Legislatif. Inti permohonannya, penggantian antar waktu anggota legislatif tidak mengacu kepada ‘daftar calon tetap’.
Upaya Sefriths E. D. Nau untuk menjadi Anggota DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timur (NTT), tak main-main. Fungsionaris Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI) ini mengajukan judicial review Pasal 218 ayat (3) UU No. 10 Tahun 2008 tentang Pemilu Legislatif.
Ketentuan yang mengatur penggantian antar waktu (PAW) tersebut dinilai menghambatnya untuk duduk di kursi empuk DPRD Timor Tengah Selatan. “Pasal ini bertentangan dengan asas jaminan kepastian hukum yang adil bagi setiap orang,” ujarnya di ruang sidang Mahkamah Konstitusi (MK).
Pasal 218 ayat (3) itu secara lengkap berbunyi ‘Calon terpilih anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diganti dengan calon dari daftar calon tetap Partai Politik Peserta Pemilu pada daerah pemilihan yang sama berdasarkan surat keputusan pimpinan partai politik yang bersangkutan’.
Sefriths meminta agar MK membatalkan frase ‘daftar calon tetap’ dalam pasal tersebut. Pasalnya, PPDI yang ingin memasukan Sefriths sebagai Anggota DPRD Timor Tengah Selatan melalui mekanisme PAW terganjal aturan itu. Nama Sefriths tidak masuk daftar calon tetap (DCT) yang sudah disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebelum pemilu dilaksanakan.
Tidak adanya nama Sefriths dalam DCT itu adalah imbas dari konflik kepengurusan PPDI. Kala itu, ada dua pengurus yang mengklaim dirinya sebagai pengurus PPDI yang sah. Yakni, kubu Menik Budiwiyono dan kubu Endung Sutrisno. Sengketa ini pun sempat mampir di ranah hukum.
PPDI kubu Endung sempat menggugat Menteri Hukum dan HAM yang mengesahkan PPDI kubu Menik. Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada tanggal 1 Agustus 2008 pun akhirnya mengabulkan gugatan Endung ini. Berdasarkan putusan tersebut, KPU menetapkan daftar calon terpilih yang diajukan oleh PPDI kubu Endung.
Namun, putusan ini tak bertahan lama. Pada 15 Oktober 2008, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan kasasi yang diajukan oleh Menkumham sekaligus membatalkan putusan PN Jakarta Selatan itu. Artinya, PPDI kubu Menik yang dinyatakan sah. Sayangnya, KPU tak sempat mengubah DCT karena tahapan pemilu telah berjalan.
Pasca pemilu usai, Menik Budiwiyono yang secara sah memimpin PPDI pun ingin ‘mereposisi’ kadernya yang duduk di kursi DPRD. Ia ingin melakukan PAW terhadap kader-kader yang berasal dari DCT karya Endung tersebut. Salah satunya, adalah Sefriths yang diharapkan dapat mengisi satu kursi jatah PPDI di Kabupaten Timor Tengah Selatan.
“KPU tak mau mengesahkan PAW untuk klien kami. Alasannya, karena nama klien kami tidak ada dalam DCT yang telah disahkan KPU,” ujar Kuasa Hukum Sefriths, Melkisedek Constantinus Talan. Ia meminta agar MK membatalkan frase ‘daftar calon tetap’ dalam Pasal 218 ayat (3) sehingga prosedur PAW diserahkan sepenuhnya kepada pengurus parpol.
Hakim Konstitusi Akil Mochtar mengingatkan Pasal 218 ayat (3) itu bukan hanya berlaku di Timor Tengah Selatan, tetapi juga berlaku di seluruh Indonesia. “Jangan hanya karena kerugian ini, seluruh DCT harus dihapuskan,” ujarnya. Ia mengatakan implikasi DCT dihapuskan dalam konsep PAW akan sangat besar.
“Kalau diserahkan kewenangannya ke pengurus parpol yang bersangkutan, nanti mereka akan melakukan PAW dengan memasukan anak-anak dan istrinya –yang tak ada dalam DCT- sebagai anggota dewan. Itu harus anda pikirkan. Nanti akan muncul masalah baru,” jelasnya.
Lebih lanjut Akil mengaku dapat memahami persoalan yang dihadapi Sefriths. “Apa yang anda sampaikan itu memang fakta yang sudah terjadi. Tapi belum tentu itu bertentangan dengan konstitusi,” tuturnya. Ia menyarankan agar pemohon memperbaiki permohonan untuk menjelaskan pertentangan antara pasal yang diuji dengan UUD 1945.[Ali]
Sumber: www.hukumonline.com