Jakarta (ANTARA) - Hakim Konstitusi M Akil Mochtar mengatakan, penghilangan frase "daftar calon tetap" dalam Pasal 218 UU No.10/2008 tentang Pemilihan Umum Anggota DPR, DPD, dan DPRD membahayakan karena bisa membuat partai politik sangat berkuasa.
"Kalau DCT dihilangkan maka Parpol bisa seenaknya melakukan PAW (penggantian antar waktu)," kata Akil dalam sidang uji materi UU.10/2008 di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Jakarta, Selasa.
Menurut dia, bila DCT dihilangkan maka bisa saja orang yang berpengaruh di partai politik menempatkan sesuka hatinya seperti anggota keluarganya untuk menggantikan anggota parlemen yang telah terpilih dalam pemilu.
Uji materi terkait dengan permohonan untuk menghapuskan DCT itu diajukan oleh Sefriths Nau, politisi Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI).
Ia mengajukan hal tersebut karena DCT dinilai menghalangi hak konstitusionalitas dirinya untuk menjadi anggota DPRD Kabupaten Timor Tengah Selatan, Nusa Tenggara Timor, pada Pemilu 2009.
PPDI yang memperoleh jatah satu kursi di DPRD tersebut tidak bisa memperoleh haknya karena DCT yang disahkan oleh Komisi Pemilihan Umum Timor Tengah Selatan (KPU TTS) adalah DCT dari DPP PPDI kubu Endung Sutrisno yang memenangkan gugatan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melawan kubu DPP PPDI Mentik Budiwiyono.
Padahal, setelah sampai pada tahap kasasi, putusan Mahkamah Agung menyatakan bahwa kubu yang sah adalah kubu Mentik.
Menurut Sefriths, akibat sengketa tersebut maka KPU TTS akhirnya membatalkan DCT dari PPDI sehingga hingga kini satu kursi untuk PPDI masih belum terisi.
Ia juga menyatakan, Pasal 218 ayat (3) UU 10/2008 yang menyangkut DCT dinilai merugikan hak konstitusionalitasnya sebagai calon anggota DPRD, khususnya Pasal 27 ayat (1), Pasal 28 C ayat (2), Pasal 28 D ayat (1) dan (3), serta Pasal 28 H ayat (2) UUD 1945.
Antara - Rabu, 5 Mei 2010