Jakarta, MK Online - Terjadinya amandemen atau perubahan UUD 1945 tidak bisa dilepaskan dari situasi Indonesia pada 1997 dengan munculnya krisis monter, lalu meluas menjadi krisis ekonomi, politik, krisis kepercayaan, hingga timbul gerakan maupun tuntutan reformasi pada 1998.
“Saat itu berbagai tuntutan rakyat merebak, mulai dari tuntutan demokrasi, rule of law, penegakan HAM, pemberantasan KKN (korupsi, kolusi, nepotisme) dan sebagainya,” jelas Hakim Konstitusi Harjono kepada para mahasiswa Universitas Negeri Surabaya (Unesa) yang berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (27/4) siang.
Seiring terjadinya reformasi di Indonesia pada 1998, lanjut Harjono, cukup banyak para aktivis mahasiswa yang menentang pemerintahan saat itu dan kemudian hilang atau tidak jelas keberadaannya akibat tindakan keras rezim orba kala itu.
“Oleh sebab itulah, UUD 1945 melalui Pasal 28A hingga 28J memberikan jaminan perlindungan terhadap hak asasi manusia (HAM),” kata Harjono.
Pasal 28A UUD 1945 menyebutkan bahwa setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. Pasal 28B Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak membentuk keluarga dan melanjutkan keturunan melalui perkawinan yang sah. Kemudian Pasal 28C Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia.
“Selain itu, Pasal 28D Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum,” imbuh Harjono.
Dengan demikian, kata Harjono, adanya perlindungan HAM yang tercantum dalam UUD 1945 merupakan hak konstitusi (constitutional right) dari setiap individu, sebagai hak dasar manusia yang diakui oleh UUD 1945.
Lebih lanjut Harjono mengungkapkan pula, setelah diadakan Pemilu 1999 dan terbentuk DPR/MPR, maka MPR dalam sidang-sidangnya telah mengamandemen UUD 1945 sebagai langkah awal reformasi hukum.
“Amandemen dilakukan secara bertahap sejak sidang umum MPR tahun 1999 sampai sidang tahunan 2002 atau melakukan sebanyak 4 kali amandemen. Hingga akhirnya dibentuk Mahkamah Konstitusi yang memiliki wewenang utama yaitu menguji undang-undang terhadap UUD. Ditambah lagi, wewenang memutus sengketa antara lembaga negara, membubarkan partai politik, dan sebagainya,” tandasnya. (Nano Tresna A.)