Kabupaten Kota Berhak Mengelola dan Manfaatkan Sumber Energi
Selasa, 20 April 2010
| 14:44 WIB
Prof. Dr. Marthen Anie, S.H., M.H, Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Hassanudin, Makassar, selaku Ahli dari Pemohon memberikan keterangan pada sidang uji materi UU Energi, di ruang sidang pleno MK, Selasa (20/04).
Jakarta, MK Online - Pengelolaan sumber daya energi harus dilandasi oleh kepastian hukum. Ketentuan UU Energi tidak boleh kabur, terutama berkenaan dengan pengertian daerah yang pasti berpengaruh pada kewenangan dalam pengelolaan dan pemanfaatannya bagi masyarakat.
Demikian diutarakan Prof. Dr. Marthen Anie, S.H., M.H, Guru Besar Hukum Tata Negara Fakultas Hukum Universitas Hassanudin, Makassar, dalam sidang uji materi UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi (UU Energi), di ruang sidang pleno MK, Selasa (20/04). Perkara No. 153/PUU-VII/2009 ini dimohonkan oleh Safrial selaku Bupati Tanjung Jabung Barat Prov. Jambi karena hak konstitusionalnya dalam pengelolaan energi dirugikan.
“Dalam pengelolaan dan kewenangan, sumber energi merupakan bagian integral dalam HAM. Artinya, dalam implementasinya, setiap orang berhak memanfaatkan untuk pemberdayaan masyarakat dan kesejahteraan,” tutur Marthen.
Dalam era desentralisasi dan otonomi daerah saat ini, menurut Marthen kewenangan harus diberikan kepada kabupaten atau kota untuk mengelola dan memanfaatkannya. Pemahaman daerah memang harus kontekstual dan tidak boleh dipahami secara tekstual seperti dalam peraturan perundangan selama ini. Daerah itu merupakan tempat di mana sumber energi itu berada.
“Pemerintah pusat dalam hal ini tetap eksis sebagai fungsi mengatur. Sedangkan daerah lebih pada pemanfaatan dan pengelolaan sumber energi untuk masyarakatnya. Kabupaten atau kota harus setara dengan provinsi,“ terangnya.
Sebagai prioritas, Marthen menilai berdasar konstruksi pasal UU Energi, maka daerah kabupaten atau kota penghasil energi secara khusus diberikan kewenangan untuk mengelola dan memanfaatkannya.
Sementara itu, majelis hakim pleno memberikan pertanyaan tentang pembagian energi kepada daerah lainnya yang tertinggal. “Untuk asas keadilan maka bisa jadi daerah penghasil energi yang telah maju daerahnya memberikan tenaga energinya kepada daerah lain. Meski sebagai daerah penghasil energi, maka harus pula mempertimbangkan daerah lainnya demi keseimbangan tersebut,” tanya Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva.
Menanggapi hal itu, Marthen menegaskan bahwa UU Energi lebih banyak muatan politisnya daripada jaminan kepastian hukumnya. “Tentang penyediaan dan pemanfaatan energi memang bisa dibagi dalam akses penyaluran dan pemerataan serta pemanfaatannya. Namun di negara kita ini yang terjadi adalah ironi. Daerah penghasil energi ataupun sumber daya alam di Indonesia kalau kita amati banyak penduduknya yang tetap miskin,” tuturnya. (RN Bayu Aji)