Jakarta, MK Online - Sebanyak 28 peserta Diklat Pengolahan Bahan Pustaka Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengunjungi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Jumat (16/4) pagi. Kedatangan mereka dalam rangka melakukan studi banding perpustakaan MK, agar lebih memahami berbagai hal pengelolaan dan manajemen perpustakaan, termasuk juga mengenai teknologi yang mendukung perpustakaan itu sendiri.
Sesuai SK Sekjen MKRI No.357/Kep/Set.MK/2004, perpustakaan MK merupakan unit pendukung Kesekretariatan Jenderal Mahkamah Konstitusi di bawah Pusat Penelitian dan Pengkajian. Sedangkan secara fungsional kedudukan perpustakaan MK mendukung langsung hakim konstitusi dalam membuat keputusan melalui ketersediaan referensi dan literatur.
“Perpustakaan di Mahkamah Konstitusi mulai dirintis dan dikembangkan pada akhir 2004,” kata pustakawan MK, Hanindyo, S.Sos. M.Si, didampingi Riska Aprian sebagai staf IT MK saat membuka pertemuan dengan para peserta Diklat Pengolahan Bahan Pustaka BPK.
Lebih lanjut Hanindyo menuturkan, awal berdirinya perpustakaan MK hanya memiliki satu orang pengelola dan hanya tersedia 200 eksemplar buku, serta menggunakan ruangan 4 x 6 meter persegi di gedung lama MK. Tahun 2005 SDM di perpustakaan MK menjadi 3 orang, buku-buku bertambah jadi 1500 eksemplar, dengan satu unit komputer.
“Tahun demi tahun, perpustakaan MK mengalami kemajuan. Tahun 2007 kami menempati ruangan baru di lantai 5 gedung baru MK. Tahun 2008 terjadi pengembangan ruang di lantai 6 dengan desain khusus, 4 SDM, jumlah buku mencapai 7000 eksemplar dan terpasang Sistem Pengaman (RFID). Kemudian pada 2009 terjadi pengembangan lantai 6 dan 16, dengan 5 SDM, jumlah buku menjadi 12.000 eksemplar ditambah e-Book,” papar Hanindyo panjang lebar.
Selanjutnya pada 2010, perpustakaan MK dilengkapi kebutuhan infrastruktur di lantai 5, 6 dan 16. Selain itu, peningkatan kuantitas dan kualitas koleksi dilakukan oleh MK, legalisasi fungsional SDM serta peningkatan kualitas berstandar kompetensi tersertifikasi juga dilakukan. Selanjutnya, MK melakukan eksistensi organisasi baru dalam program reformasi birokrasi maupun kerjasama dengan perpustakaan institusi lain.
Menyinggung fungsi layanan, ungkap Hanindyo, perpustakaan MK bukan hanya untuk kepentingan intern MK seperti kebutuhan informasi bagi hakim konstitusi, panitera pengganti maupun peneliti, namun juga membuka kesempatan seluas-luasnya kepada publik misalnya praktisi hukum, peneliti dari perguruan tinggi dan pemerhati hukum lainnya untuk menggunakan perpustakaan MK.
Hal lain yang tak kalah penting, perpustakaan MK menjalin kerjasama dengan Pusat Kajian Konstitusi (PKK) di 39 perguruan tinggi, perpustakaan nasional sebagai pembina. Kegiatan selain itu, MK juga turut serta dalam pameran, book fair, penyebaran informasi melalui leaflet, brosur dan lainnya
Dalam kesempatan itu staf IT MK, Riska Aprian juga menerangkan hal-hal terkait dengan teknologi perpustakaan di MK. Diantaranya, mengenai sistem perpustakaan (automasi perpustakaan/katalog on-line), sistem pengamanan terintegrasi serta mengenai penggunaan CCTV. Usai pertemuan itu, agar bisa mengenal lebih dekat, para peserta diajak meninjau langsung suasana dan fasilitas perpustakaan MK. (Nano Tresna A.)