Jakarta, MK Online - Sekelompok praktisi hukum dari berbagai negara yang tergabung dalam “World Movement for Democracy” melakukan kunjungan ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (14/4) siang. Kedatangan mereka yang bertujuan mengetahui fungsi dan perkembangan MK di Indonesia saat ini diterima langsung oleh Wakil Ketua MK Achmad Sodiki yang didampingi Sekjen MK Janedjri M. Gaffar.
Saat membuka pertemuan, Achmad Sodiki langsung menjelaskan wewenang utama MK yaitu menguji UU terhadap UUD 1945. Wewenang MK lainnya adalah memutus sengketa antara lembaga negara, memutuskan pembubaran partai politik, memutuskan perselisihan hasil pemilihan umum, memutus dugaan pelanggaran maupun tindak pidana yang dilakukan Presiden atau Wakil Presiden.
“Wewenang paling banyak dilakukan MK adalah menguji UU terhadap UUD 1945. Kemudian pada 2004 dan 2009 MK juga memutus perselisihan hasil Pemilu Legislatif dan Pemilu Presiden. Sedangkan memutuskan pembubaran partai politik belum pernah dilakukan MK,” ujar Sodiki.
Sodiki melanjutkan, pasca Pemilu Legislatif 2009 sebanyak 41 partai politik di Indonesia masing-masing mengajukan gugatan ke MK. Menurut ketentuan undang-undang, yang dapat mengajukan gugatan adalah pimpinan partai politik, bukan perorangan. Dengan demikian, kata Sodiki, kalau salah satu partai politik mengajukan gugatan dianggap mewakili satu partai politik.
“Selain itu juga, secara teknis semua gugatan hukum partai-partai politik tidak hanya berupa hard copy, melainkan juga berupa soft copy,” tambahnya.
Dalam kesempatan itu pula, peserta kunjungan yang berasal dari Australia, Brasil, Peru, Filipina, Nikaragua, Kamerun, Mongolia tersebut, berkesempatan bertanya seputar kinerja MKRI (Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia). Misalnya, ada yang menanyakan batas usia minimal dan maksimal menjalani profesi hakim konstitusi, prosedur pencalonan hakim konstitusi, termasuk masalah aktual yang sedang ditangani MK belakangan ini.
“Masalah yang sedang hangat dan menjadi pembicaraan masyarakat Indonesia saat ini adalah soal mafia peradilan. Mafia peradilan ternyata melibatkan banyak pihak, mulai dari polisi, hakim, jaksa dan bahkan lembaga eksekutif,” jelas Sodiki menjawab pertanyaan salah seorang peserta asal Peru.
Namun demikian, sambung Sodiki, pandangan masyarakat Indonesia terhadap kinerja MKRI sangat tinggi. Mereka begitu menghargai dan respek dengan kinerja MKRI selama ini. Bahkan hampir-hampir semua persoalan yang tidak selesai diluar MK, maunya diselesaikan di MK. Hal ini memang menjadi suatu yang membanggakan bagi MK. Selain itu, semua putusan MK tidak ada yang tidak ditaati oleh masyarakat.
Sodiki mencontohkan, saat berlangsung Pemilu 2009 lalu, banyak orang atau calon pemilih yang namanya tidak teregistrasi, padahal menurut undang-undang hanya orang-orang yang teregistrasi yang bisa ikut pemilu. Akhirnya MK membuat terobosan bahwa siapa saja yang namanya tidak teregistrasi, tetap dapat ikut pemilu dengan menggunakan KTP, KK ataupun paspor untuk pemilih yang di luar negeri.
“Ternyata terobosan MK itu sangat menolong jutaan orang yang namanya tidak teregistrasi untuk ikut dalam Pemilu 2009,” tandasnya. (Nano Tresna A.)