Jakarta, MK Online - Biasanya Farhat Abbas sering menjadi kuasa hukum Pemohon dalam beberapa kesempatan pengujian undang-undang di Mahkamah Konstitusi (MK). Namun, kali ini Farhat adalah Pemohon principal pengujian terhadap UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Dengan didampingi Rakhmat Jaya dkk sebagai kuasa hukumnya, perkara Farhat disidangkan MK dengan perkara No.23/PUU-VIII/2010 pada Rabu (14/04/2010) pukul 14.00 WIB.
Pokok permohonan Farhat adalah menyoal Pasal 184 ayat (4) UU tersebut. Pasal tersebut menentukan usul sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi hak menyatakan pendapat DPR apabila mendapat persetujuan dari rapat paripurna DPR yang dihadiri paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPR dan keputusan diambil dengan persetujuan paling sedikit 3/4 (tiga perempat) dari jumlah anggota DPR yang hadir.
Pasal ini mengenai hak menyatakan pendapat DPR. Hak menyatakan pendapat ini baru bisa terealisasi bila dihadiri paling sedikit ¾ anggota DPR yang hadir. “Inilah pasal dalam undang-undang yang kita uji yang kita anggap bertentangan dengan UUD 1945,” ujar kuasa hukum Pemohon.
Pemohon menggunakan batu uji dan logika Pasal 7B Ayat 3 UUD 1945 yang menyebutkan pengajuan permintaan DPR kepada MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR yang hadir dalam sidang paripurna yang dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota DPR.
“Kami berharap Majelis Hakim MK dapat mengembalikan ¾ menjadi 2/3,” pinta Pemohon. Pemohon merujuk pada kasus hak angket Century yang dirasa akan menemui batu sandungan jika Pasal 184 Ayat 4 digunakan.
“Dalam permohonan saudara, ada dua masalah berbeda. Pertama, hak menyatakan pendapat. Kedua, hak mengajukan kepada MK. Apakah hal ini sudah saudara terangkan di dalamnya?” tanya Muhammad Alim sebagai Ketua Majelis Hakim. Pemohon menjawab telah menjelaskan hal itu dalam permohonannya.
Majelis Hakim Pleno dalam persidangan meminta Pemohon agar kerugian konstitusionalnya lebih diperjelas. “Jika diuji dengan Pasal 7B Ayat 3 UUD 1945, akan terjadi perbedaan, ada hak anggota dewan, dan ada hak dewan,” nasehat Akil Mochtar. Menurut Akil, mestinya Pemohon menyebutkan kerugian konstitusionalnya adalah karena Pemohon sebagai anggota dewan berpotensi dilanggar hak konstitusionalnya karena persyaratan ¾ dengan konfigurasi politik di dewan saat ini, akan sulit melaksanakan hak menyatakan pendapat. (Yazid)