Jakarta, MK Online - Pengujian uji materi Pasal 30 ayat (3) huruf c UU 16/2004 tentang Kejaksaan dan UU No. 4/PNPS/1963 tentang Pengamanan terhadap Barang-barang Cetakan yang Isinya Dapat Mengganggu Ketertiban Umum di Mahkamah Konatitusi (MK) telah memasuki agenda mendengarkan keterangan Pemerintah, keterangan Saksi dan Ahl. Permohonan ini dimohonkan oleh Darmawan karena merasa hak konstitusionalnya dirugikan lewat larangan terbit-edar bukunya yang berjudul "Enam Jalan Menuju Tuhan". Hal ini menurut Pemohon melanggar kebebasan berekspresi dan mengeluarkan pendapat yang dijamin oleh UUD 1945.
Dr. Fahmi selaku wakil dari Pemerintah dalam kesempatan sidang kali ini memberikan keterangan bahwa kebebasan tidak bisa dimaknai sebebas-bebasnya. Pelarangan buku bukan berarti melanggar kebebasan maupun HAM.
“Pembatasan terhadap HAM secara yuridis dapat dilakukan melalui undang-undang. Semuanya harus tunduk. Jadi, pembatasan (dalam bentuk pelarangan buku, red) dari negara tersebut supaya terdapat kepastian hukum secara preventif,” tuturnya di ruang sidang pleno MK, Rabu (14/04).
Selanjutnya menurut Pemerintah, pengujuan ini kurang tepat apabila dilakukan di MK karena menyangkut penerapan undang-undang. Permasalahan pengajuan uji materi ini dinilai Pemerintah tidak pada pokok pertentangan antara norma undang-undang terhadap UUD 1945.
Selain itu, jumlah buku yang dilarang dan yang dibolehkan beredar lebih banyak yang beredar. “Rasio perbandingan ini menunjukkan hanya buku-buku tertentu yang memang dapat meresahkan dan melanggar ketertiban umum saja yang benar-benra dilarang,” tutur Fahmi.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Harjono menanyakan seperti apa kriteria yang dipakai oleh Kejaksaan Agung dan Pemerintah dalam melarang peredaran buku dan batasan melanggar ketertiban umum. “Semua alat ukurnya harus jelas untuk menilai itu semua,” ujarnya.
Pihak terkait dari Kejaksaan Agung dalam persidangan ini menjelaskan bahwa Clearing House yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung dalam menentukan melanggar ketertiban umum adalah tulisan yang bertentangan dengan Pancasila, menyebarkan ajaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme, merusak kesatuan bangsa, anti agama, mengolok-olok atau menodai agama, munyulut pertentangan antar suku, agama, dan ras.
”Buku yang ditulis oleh Darmawan yang perlu dicermati adalah ketika menyebutkan Muhammad sebagai Rosul dan Nabi umat Islam suka terhadap gundik. Coba dilihat halaman 252 dalam buku Darmawan dituliskan ’selain istri dan gundik yang secara teratur disetubuhi Muhammad masih ada lagi wanita-wanita yang secara sukarela menyerahkan tubuhnya kepada Muhammad’ selanjutnya di halaman 262 menyebutkan bahwa mengikuti jalan yang dicontohkan Muhammad dengan melakukan penjarahan jelas bukan ajaran yang membawa kebaikan,” terang Moh. Amari dari Kejaksaan Agung.
Meskipun seorang penulis tidak bermaksud membuat permusuhan dan menodai agama lain, menurut Moh. Amari, tulisan yang secara eksplisit ternyata menodai dan mendiskreditkan salah satu agama dapat dilarang.
Menanggapi hal tersebut, Darmawan selaku penulis buku menginginkan apabila ada yang salah dengan tulisan saya mohon dikoreksi dan dilawan dengan tulisan maupun buku yang kemudian menggugurkan karyanya. ”Jadi jangan bukunya yang dilarang,” jawabnya. (RN Bayu Aji)