KPU Thailand Minta MK Bubarkan Partai Demokrat
Rabu, 14 April 2010
| 10:00 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi
Di tengah tensi politik yang terus memanas, Komisi Pemilihan Umum Thailand mengeluarkan keputusan yang meminta Mahkamah Konstitusi (MK) untuk membubarkan partai pendukung pemerintah, Partai Demokrat. Permintaan itu terkait dengan dugaan menerima dana kampanye ilegal USD 7,98 juta (Rp 71 miliar).
The Nation melaporkan, setelah keputusan tersebut diambil, KPU akan menyerahkan kasus itu ke Kejaksaan Agung. Nanti Kejaksaan Agung lah yang memutuskan apakah kasus tersebut layak dilanjutkan ke Mahkamah Konstitusi.
Partai Demokrat, yang memimpin koalisi pendukung pemerintah Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva, telah diselidiki terkait dengan dugaan menerima sumbangan dari perusahaan TPI Polene Plc. Mayoritas anggota KPU setuju dengan keputusan pembubaran Partai Demokrat itu. Hasil voting menunjukkan, empat anggota KPU memilih opsi pembubaran partai pendukung pemerintah tersebut. Hanya satu yang menolak.
UU Pemilu Thailand melarang partai politik menerima sumbangan lebih dari USD 309.310 (Rp 2,79 miliar) per tahun, baik dari individu maupun perusahaan. Selain itu, Partai Demokrat dituduh menyalahgunakan dana kampanye THB 29 juta (Rp 8 miliar).
Keputusan tersebut sekaligus menjawab tuntutan demonstran Kaus Merah yang pada 5 April melakukan demonstrasi di gedung KPU. Mereka mempertanyakan hasil penyelidikan KPU dan keputusan tentang kemungkinan pembubaran Partai Demokrat.
Dengan keputusan itu, pemerintah akan menghadapi masalah baru di tengah tuntutan oposisi untuk segera mengadakan pemilu. Pembubaran parpol Abhisit berarti juga tidak ada kendaraan politik untuk bertanding di pemilu. Jika membuat partai baru, dibutuhkan waktu lama untuk sosialisasi.
Pemerintah kemarin (12/4) menegaskan tidak akan menyelenggarakan pemilu Oktober, meski tuntutan oposisi telah berujung pada bentrok fisik yang menewaskan 21 orang. ''Tidak ada pembahasan mengenai pemilu pada Oktober,'' ujar Juru Bicara Pemerintah Panitan Wattanayagorn kepada Agence France-Presse.
Media lokal memberitakan bahwa pemerintah menawarkan pembubaran kabinet dalam enam bulan ke depan untuk meredakan krisis politik Negeri Gajah Putih itu. Bahkan, bulan lalu Abhisit menawarkan dilaksanakannya pemilu pada akhir 2010 atau satu tahun lebih awal daripada jadwal. Namun, tawaran itu dinafikan oleh massa Kaus Merah.
Para demonstran tetap meminta Abhisit mundur dan pergi dari Thailand. Mereka juga menolak berunding. ''Tidak ada yang perlu dinegosiasikan dengan pemerintah. Kami tidak akan berunding dengan para pembunuh. Apa lagi yang perlu dinegosiasikan?'' ujar pemimpin massa Kaus Merah, Jatuporn Prompan.
Dukungan untuk segera menggelar pemilu juga datang dari militer, pihak yang selama ini menyokong pemerintahan Abhisit. Jenderal Anupong Paojinda kepada wartawan menyatakan, pihaknya mulai enggan menggunakan pendekatan kekerasan untuk menghadapi demonstran. Menurut dia, penyelesaian dengan pendekatan politik akan lebih baik. ''Masalah akan selesai dengan pembubaran parlemen,'' tegasnya.
Indikasi terjadinya perpecahan antara pemerintah dan militer tercium sejak beberapa minggu terakhir. Sejumlah perwira kepolisian yang mengamankan demonstransi di lapangan tampak akrab dengan massa. Dalam beberapa kali kesempatan, tampak sejumlah anggota polisi meletakkan tameng dan melepaskan peralatan anti huru-haranya. Bahkan, mereka bersalaman dengan massa Kaus Merah. Namun, isu perpecahan itu dibantah oleh Perdana Menteri Abhisit Vejjajiva.
Jawapos.com