Jakarta, MK Online - Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang perbaikan permohonan pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang partai Politik (UU Parpol), Senin (12/4), di Gedung MK. Perkara yang teregistrasi dengan Nomor 14/PUU-VIII/2010 ini dimohonkan oleh Doni Istyanto Hari Mahdi.
Dalam perbaikan permohonannya, Doni mempersempit masalah netralitas yang dipersoalkannya pada sidang sebelumnya. “Semula permohonan kami adalah untuk masalah netralitas pada penyelenggara negara, akhirnya kami persempit untuk netralitasnya hanya kepada Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia,” ujarnya.
Selain itu, Doni juga memperbaiki kedudukan hukumnya (legal standing) sebagai Warga Negara Indonesia. Dalam tuntutannya (petitum Pemohon), Doni meminta agar MK menyatakan Pasal 16 UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945 secara bersyarat atau conditionally unconstitutional dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak memenuhi syarat berlaku bagi para anggota partai politik segera saat memangku jabatannya sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Akan tetapi, Hakim Konstitusi Harjono mempertanyakan alasan kerugian konstitusional yang dialami oleh Pemohon. “Anda (Pemohon, red.) belum bisa atau belum menyantumkan di sini, kenapa dengan adanya Undang-Undang Parpol itu, hak Anda yang dijamin oleh Pasal 27 UUD 1945 dirugikan? Apakah keberadaan Pasal 16 UU Parpol itu merugikan hak Anda dalam Pasal 27 UUD 1945? Dimana dirugikan? Apakah kemudian Pasal 27 itu tidak menjadikan kedudukan Anda sama di dalam bidang hukum pemerintahan? Ini yang seharusnya Anda buktikan,” jelasnya.
Dalam persidangan, Ketua Majelis Hakim Panel Hamdan Zoelva juga mensahkan tujuh alat bukti. Pemohon mendalilkan Pasal 16 ayat (1) UU Parpol bertentangan dengan UUD 1945, terutama Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) serta Pasal 28I ayat (2). Pasal 16 ayat (1) menyatakan bahwa “Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotannya dari Partai Politik apabila: (a) meninggal dunia; (b) mengundurkan diri secara tertulis; (c) menjadi anggota Partai Politik lain; atau (d) melanggar AD dan ART”.
Pemohon menilai pasal tersebut menyebabkan seorang Presiden/Wakil Presiden yang berasal dari partai politik tidak diberhentikan keanggotaannya dari partai politik segera saat menjabat sebagai Presiden/Wakil Presiden. Pasal 16 ayat (1) UU Parpol yang tidak memberhentikan seorang anggota parpol segera sesaat anggota parpol tersebut memangku jabatan sebagai Presiden/Wakil Presiden. “Hal ini berpotensi untuk disalahgunakan oleh partai politik serta bisa memengaruhi agar Presiden mengambil kebijakan-kebijakan yang populer terutama menjelang masa pemilu dengan tujuan semata-mata untuk mendongrak suara partai politik,” jelasnya. (Lulu Anjarsari)