Jakarta, MKOnline - Beberapa tokoh pendidikan nasional, antara lain mantan Mendiknas Bambang Sudibyo, Rektor UGM Sudjarwadi mendatangi Mahkamah Konstitusi (MK) pada Selasa (6/4), terkait putusan MK yang menyatakan bahwa UU Badan Hukum Pendidikan (BHP) No.9/2009 inkonstitusional. Kedatangan mereka diterima langsung oleh Ketua MK Mahfud MD dengan didampingi para hakim konstitusi, antara lain H.M. Akil Mochtar, Hamdan Zoelva dan M. Arsyad Sanusi, serta para pejabat struktural MK lainnya.
Pertemuan yang bersifat tertutup itu berlangsung hampir satu jam dan dilanjutkan dengan acara konferensi pers mengenai hasil pertemuan tersebut. Dalam kesempatan itu, Ketua MK Mahfud MD mempersilahkan mantan Mendiknas Bambang Sudibyo untuk menjelaskan hasil pertemuan penting itu.
“Undang-Undang BHP No.9/2009 yang disusun atas dasar pemahaman BHP versi penjelasan Pasal 53 ayat (1) yang memahami BHP sebagai BHP, dibatalkan. Alasan Undang-Undang BHP dibatalkan karena memaksakan bentuk BHP menjadi BHP,” jelas Bambang.
Bambang melanjutkan, MK tidak membatalkan Pasal 53 Ayat UU Sisdiknas No.20/2003. Namun yang dibatalkan adalah penjelasan Pasal 53 Ayat 1 yang mengartikan BHP dengan BHP. Kemudian juga, kata Bambang, bentuk BHPversi Pasal 53 ayat 1 UU Sisdiknas yang sesuai putusan MK, bisa berupa yayasan, persyarikatan, badan wakaf, dan lain-lain.
“Dengan demikian, BHMN (Badan Hukum Milik Negara) seperti UI, IPB, UGM, ITB yang dibentuk sebelum UU Sisdiknas, tetap bisa eksis sesuai anggaran dasar masing-masing. Demikian pula BHMN yang dibentuk dengan konsideran UU Sisdiknas seperti UPI, USU, UNAIR tetap bisa eksis, dengan koreksi minor pada anggaran dasarnya,” papar Bambang.
Selain dari BHMN beberapa perguruan tinggi yang sudah disebutkan tadi, lanjut Bambang, ada BHMN yang dibentuk konsideran UU Sisdiknas dan UU BHP yakni UNHAN yang batal eksistensinya. “UNHAN memang perlu penyesuaian sangat mendasar. Tetapi karena dosen dan para mahasiswanya sebagian besar aparat negara, UNHAN tetap bisa dikendalikan sehingga tidak begitu sulit penanganannya,” tambah Bambang.
Dengan dibatalkannya UU BHP, maka amanat Pasal 53 ayat 4 untuk menyusun “UU BHP” belum dilaksanakan sesuai dengan undang-undang. Oleh karena itu pemerintah dan DPR perlu menyusun kembali UU BHP dengan memperhatikan secara serius dan cermat terhadap putusan MK.
Lebih lanjut Bambang Sudibyo mengungkapkan, bagaimanapun pendidikan merupakan tanggungjawab negara dan tanggungjawab ini tidak bisa dialihkan kepada masyarakat. Namun, bukan berarti haram hukumnya kalau masyarakat mau mendirikan lembaga pendidikan formal berupa sekolah-sekolah swasta.
“Kalau masyarakat mau ikut menyelenggarakan kegiatan pendidikan berupa sekolah swasta, ya boleh saja,” imbuh Bambang.
Seperti kita ketahui, sekolah-sekolah swasta yang dikelola dengan keragaman yang berbeda telah turut berjasa dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, baik pada masa penjajahan maupun pada masa kemerdekaan. Di luar peran sertanya dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, yang paling harus dihargai oleh negara ialah sekolah-sekolah swasta pun turut menjadi pelopor dan pembangkit semangat nasional sesuai cita-cita kemerdekaan bangsa Indonesia.
(Nano Tresna A.)