[Senin, 05 April 2010]
Mengingat mepetnya waktu pelaksanaan di sebagaian daerah, maka dasar hukum e-voting dalam Pemilu Kada cukup dengan peraturan KPU saja.
Selasa pekan lalu (30/3), Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusannya kembali membuat terobosan. Kali ini, MK memperbolehkan Pemilu Kada dengan metode pemungutan suara secara elektronik atau lazim disebut e-voting. Putusan ini terkait permohonan Bupati Jembrana Bali, I Gede Winasa yang meminta MK menguji Pasal 88 UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Sesuai bunyi pasal yang diuji, Pasal 88, pemungutan suara ditetapkan dengan cara mencoblos. Namun, pemohon memaparkan sejumlah dalil yang menyatakan bahwa e-voting memiliki banyak keunggulan ketimbang cara “konvensional”, mencoblos atau mencontreng. Contoh suksesnya adalah pemilihan kepala dusun Kelihan Banjar Dinas di Desa Yehembang, Kabupaten Jembrana.
Putusan MK menimbulkan beragam konsekuensi. Selain soal rumitnya pengawasan Pemilu Kada e-voting, Putusan MK juga memunculkan pertanyaan, “lalu apa dasar hukum pelaksanaan e-voting?”. MK memang mengabulkan permohonan pemohon untuk melaksanakan e-voting, tetapi Pasal 88 yang secara eksplisit menyebut “mencontreng” tidak dicabut.
MK menyatakan pasal itu tetap konstitusional sepanjang metode e-voting tidak melanggar asas luber dan jurdil, dan daerah yang menerapkan metode e-voting sudah siap baik dari sisi teknologi, pembiayaan, sumber daya manusia, maupun perangkat lunaknya, kesiapan masyarakat di daerah yang bersangkutan, serta persyaratan lain yang diperlukan.
Dihubungi hukumonline, Kamis (1/4), Anggota Komisi II Rahardi Zakaria mengatakan pelaksanaan e-voting harus tetap dituangkan dalam undang-undang. Dengan kata lain, sepanjang belum diubah, maka pelaksanaan Pemilu Kada harus sesuai dengan ketentuan undang-undang. “Saya berpegang pada aturan yuridis. Ada atau tidak aturan seperti itu (e-voting, red.), kan itu persoalannya. Kalau ada, bagaimana implementasinya aturan yuridis itu. Harus tertuang dulu dalam undang-undang,” tegasnya.
Koordinator Nasional Komite Pemilih Indonesia (TEPI), Jeirry Sumamow tidak sependapat dengan Rahardi. Menurut Jeirry, Putusan MK sudah cukup dijadikan dasar bagi KPU daerah melaksanakan e-voting. “Kalau kita lihat preseden sebelumnya, sudah bisa langsung dipakai ini. Karena kan Jembrana akan pilkada di tahun ini. Kalau menunggu revisi undang-undang. Itu terlalu lama. MK juga seringkali mengatakan begitu,” jelasnya.
Untuk masa transisi, Jeirry mengusulkan agar KPU menerbitkan peraturan tentang e-voting. “Setelah itu baru undang-undangnya diubah, karena memang harus ada cantolan dalam undang-undang,” imbuhnya. Bagaimanapun, lanjut Jeirry, e-voting harus diatur dalam undang supaya tidak dipersoalkan di kemudian hari.
Anggota KPU Syamsul Bahri berpendapat metode e-voting harus dimasukkan dalam revisi UU Pemerintahan Daerah. “Kita akan segera menindaklanjuti. Karena bagaimanapun juga, saya rasa di Jembrana kan sudah lama itu diuji cobanya, dan saya rasa kita harus fasilitasi itu dengan baik,” tukasnya.
MK, dalam putusannya, sebenarnya telah menyinggung tentang dasar hukum e-voting. Idealnya, MK berharap cara-cara di luar pencoblosan atau pencentangan diakomodir oleh pembentuk undang-undang. Sambil menunggu itu terealisir, MK memutuskan untuk memberi penafsiran lebih luas atas Pasal 88, agar sejalan dengan UUD 1945;
Diterapkan nasional
Jeirry berharap jika metode e-voting ternyata sukses diterapkan di Jembarana, maka nantinya bisa menjadi rujukan untuk diterapkan pada pemilu tingkat nasional. “Kita berharap, 2014 kita sudah memakai ini. Kalau tahun ini dipakai di Jembrana, kemudian tahun depan dipakai di daerah lain yang siap, saya kira di tahun 2014 sudah semakin banyak daerah yang siap,” ujarnya.
Seperti Jeirry, Syamsul juga berharap e-voting bisa diterapkan untuk pemilu tingkat nasional. Namun, menurutnya, e-voting tidak bisa begitu saja diterapkan. “Ya, tapi bertahap saya pikir,” ujarnya. Sebelumnya, kata Syamsul, harus disiapkan terlebih dahulu perangkat aturan dan sistem pendukung lainnya. “Bagaimanapun juga, sistem informasi kependudukan harus selesai dan siap dulu. KTP-nya juga dengan nomor induk tunggal,” paparnya.
Sam
Sumber: www.hukumonline.com