Menguji KUHAP Tentang Kasasi Terhadap Putusan Bebas
Kamis, 01 April 2010
| 20:00 WIB
Ketua Majelis Panel, Ahmad Fadlil Sumadi, sedang memberi nasehat kepada Pemohon uji materi KUHAP, Selasa (30/3), di ruang sidang panel MK. (Humas MK/Annisa Lestari)
Mahkamah Konstitusi (MK) menyidangkan uji materi UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, Selasa (30/3), di ruang sidang panel MK. Pokok permohonan tentang pengajuan kasasi terhadap putusan bebas. Pemohon Perkara Nomor 17/PUU-VIII/2010 ini adalah Muh. Burhanuddin dan Rachmat Jaya dengan didampingi Farhat Abbas dkk sebagai Kuasa Hukumnya. Pemohon mendalilkan Pasal 244 UU a quo bertentangan dengan UUD 1945 karena norma dalam pasal tersebut dianggap tidak memiliki kejelasan, ketelitian, dan konsistensi dalam proses kepastian hukum. Pasal 244 KUHAP menyatakan "Terhadap putusan perkara pidana yang diberikan pada tingkat terakhir oleh Pengadilan lain selain Mahkamah Agung, Terdakwa atau Penuntut Umum dapat mengajukan permintaan pemeriksaan kasasi kepada Mahkamah Agung kecuali terhadap Putusan Bebas.
Pemohon mendasarkan bukti pada Keputusan Menteri Kehakiman RI Nomor M.14-PW.Q7.03 tahun 1983 tentang Tambahan pedoman pelaksanaan KUHAP. Jaksa boleh mengajukan kasasi dengan alasan demi hukum, kebenaran, dan keadilan terhadap putusan bebas. Pemohon melampirkan beberapa kasus jaksa penuntut umum melakukan upaya kasasi terhadap putusan bebas, seperti kasus Ali Mazi dan Pontjo Sutowo, Muchdi, Nurdin Halid, Tommy Soeharto, dll. Dalam persidangan pemeriksaan pendahuluan ini, Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi menyatakan bahwa Pemohon mempersoalkan praktek, bukan norma. "Bagaimana saudara menjelaskan permohonan ini adalah pengujian norma?" tanya Fadlil Sumadi mengkritisi. Senada dengan Fadlil, Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva juga meminta Pemohon memperbaiki permohonannya, apakah yang merasa dirugikan hak konstitusionalnya itu Pemohon atau Kuasa Hukum Pemohon. "Tolong dijelaskan, yang tidak ada kepastian hukum itu klien saudara atau advokat?" timpal Hamdan Zoelva.
Untuk itu, Majelis Panel Hakim memberi kesempatan kepada para Pemohon untuk memperbaiki permohonannya. (Yazid)