JAKARTA (SI) – Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengancam menyomasi daerah-daerah yang tidak mematuhi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No 11/PUUVIII/ 2010 terkait proses rekrutmen panitia pengawas (panwas) pemilu kepala daerah (pilkada).
Saat ini, ada dua daerah yang masuk daftar Bawaslu untuk disomasi, yakni Kota Samarinda dan Kabupaten Sumbawa. Dari 244 daerah yang akan menyelenggarakan pilkada pada 2010 ini, dua daerah tersebut hingga kini belum melaksanakan putusan MK. ”Putusan MK itu bersifat final dan mengikat tanpa kecuali.Kami beri waktu 7 x 24 jam kepada kedua daerah tersebut untuk menaatinya,” tegas anggota Bawaslu SF Agustiani Tio Fridelina Sitorus di Jakarta kemarin.
Menurut dia,putusan MK sudah jelas bahwa 192 panwas pilkada yang terdiri atas 7 panwaslu provinsi dan 185 panwaslu kabupaten/kota dibentuk oleh Bawaslu, bukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) atau DPRD setempat. Namun, di Kota Samarinda,DPRD di sana bersikukuh jika panwas bentukan mereka tetap sah. DPRD Samarinda menganggap apa yang Bawaslu untuk dibatalkan ke MK adalah UU No 22 Tahun 2007 tentang Penyelenggara Pemilu,dan bukan UU 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua UU No 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Tio menyatakan, pendapat DPRD Samarinda tersebut sangat tidak logis. Sebab, ujarnya, selain mengajukan uji materi UU 22 Tahun 2007, Bawaslu juga meminta agar pelantikan panwas pilkada oleh DPRD dan KPU dibatalkan. Bahkan,MK telah mengabulkan kedua permohonan Bawaslu tersebut. ”Mendagri sudah mengeluarkan surat edaran agar (daerah) mematuhi aturan MK.Jika mereka menolak, itu sama artinya dengan melawan atasan,”tegas Tio.
Untuk persoalan yang terjadi di Kabupaten Sumbawa,Tio mengungkapkan, pemerintah daerah (pemda) setempat telanjur membentuk panwas dan menghabiskan dana sebesar Rp1,7 miliar. Karena itu, mereka kemudian meminta pertanggungjawaban penggunaan dana tersebut menjadi beban panwas pilkada bentukan Bawaslu. Sebab, dengan putusan MK, panwas pilkada bentukan Pemda Sumbawa dinyatakan gugur.
”Tuntutan itu juga tidak logis, sebab yang menggunakan anggaran adalah yang harus mempertanggung jawabkannya, bukan dilempar ke pihak lain,”tegasnya. Ketua Panwas Pilkada Kabupaten Sigi, Sulawesi Tengah, Rais Ali Damang menyatakan mendukung keputusan MK untuk membatalkan pembentukan panwas pilkada oleh DPRD dan KPU setempat.
Dia menilai,panwas bentukan Bawaslu justru lebih terjamin independensinya. Sebaliknya, menurut dia, kerancuan akan muncul saat panwas dibentuk oleh KPU yang notabene adalah lembaga yang harus diawasi.” Di Kabupaten Sigi,putusan MK sudah diimplementasikan, bahkan KPU menerimanya dengan lapang dada meskipun mereka sudah melakukan proses seleksi dan tes tertulis,”paparnya. (adi haryanto)
sumber: www.seputar-indonesia.com