Kericuhan di MK, Bukti Kuat Eksistensi Ekstrimis
Kamis, 25 Maret 2010
| 09:24 WIB
Gedung Mahkamah Konstitusi
Tim Advokasi Kebebasan Beragama menggelar konferensi pers di kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro 74, Jakarta Pusat, Rabu (24/3), menyikapi kekerasan yang menimpa tim kuasa hukum dan ahli pada acara sidang pemeriksaan pengujian UU 1/1965 di gedung Mahkamah Konstitusi siang tadi.
Chairul Anam, salah seorang korban yang juga salah satu kuasa hukum pemohon mengatakan bahwa ekskalasi kekerasan selama beberapa kali persidangan PNPS selalu terjadi, seperti intimidasi dengan kata-kata kotor.
"Memang ada satu kekerasan yang menjadi watak mereka yang ingin ditonjolkan dan ekspresi tadi adalah pertaruhan mereka karena sudah tidak ada sidang lagi," ujarnya.
Ia menambahkan peristiwa tersebut sesungguhnya bukan hanya sekedar kekurangajaran dan pelangggaran yang terang-terangan terhadap hukum dan martabat manusia namun merupakan sikap yang menunjukkan ketidakmampuan untuk menerima pandangan yang berbeda, sehingga merasa perlu untuk menyerang dan meniadakan yang berbeda.
Ia menambahkan, tantangan ke depan bagi negara ini apakah konsepsi keberagamaannya dijual kepada orang-orang yang suka kekerasan atau berdamai dengan beragama secara gembira dan toleran.
"MK perlu melihat kenyataan ini dengan jeli dan mempertimbangkannya dalam mengambil keputusan tepat yang menentukan nasib bangsa kita ke depan demi membangun kekuatan masyarakat dan kerukunan umat yang sejati," tutupnya.
Kekerasan tadi siang di sidang MK adalah kesekian kalinya. Sebelumnya, pada sidang tanggal 12 Maret lalu, Ulil Abshar Abdalla, ahli yang dipanggil Mahkamah Konstitusi (MK), mendapatkan ancaman dibunuh oleh sekelompok orang berbaju putih. Namun, intimidasi terhadap sidang itu tak mendapat respons berarti dari para pimpinan sidang.
Rakyatmerdeka.co.id