Uji UU Parpol: Penyelenggara Negara Harus Berhenti dari Parpol
Rabu, 24 Maret 2010
| 12:56 WIB
PEMOHON TUNGGAL. Seorang diri, Doni Istyanto Hari Mahdi, mengajukan uji UU Partai Politik ke MK. Ia menghadiri sidang pemeriksaan pendahuluan, Selasa (23/3), di ruang sidang panel MK. (Humas MK/Wiwik Budi Wasito)
Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang Perkara Nomor 14/PUU-VIII/2010 tentang pengujian Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai politik (UU Parpol), Selasa (23/3), di gedung MK, yang diajukan oleh Doni Istyanto Hari Mahdi.
Doni mendalilkan bahwa Pasal 16 ayat (1) UU Parpol bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1) serta Pasal 28I ayat (2) UUD 1945. Pasal 16 ayat (1) menyatakan bahwa "Anggota Partai Politik diberhentikan keanggotannya dari Partai Politik apabila: (a) meninggal dunia; (b) mengundurkan diri secara tertulis; (c) menjadi anggota Partai Politik lain; atau (d) melanggar AD dan ART". Doni menilai pasal a quo menyebabkan seorang Presiden/Wakil Presiden yang berasal dari partai politik tidak diberhentikan keanggotaannya dari partai politik segera saat menjabat sebagai Presiden/Wakil Presiden. Pasal 16 ayat (1) UU Parpol tidak memberhentikan seorang anggota parpol segera setelah anggota tersebut memangku jabatan sebagai Presiden/Wakil Presiden. "Hal ini berpotensi untuk disalahgunakan oleh partai politik serta bisa memengaruhi agar Presiden mengambil kebijakan-kebijakan yang populer terutama menjelang masa pemilu dengan tujuan semata-mata untuk mendongkrak suara partai politik," jelasnya.
Selain itu, lanjut Doni, pasal a quo mengakibatkan waktu kerja Presiden/Wakil Presiden yang seharusnya hanya untuk bekerja bagi nusa bangsa menjadi berkurang. "Waktu kerja Presiden/Wakil Presiden terbuang sia-sia karena harus memikirkan partai politiknya yang mengakibatkan kewajiban Presiden/Wakil Presiden terabaikan," ujarnya.
Menanggapi dalil Pemohon, Hakim Konstitusi Harjono mempertanyakan dalil Pemohon yang dianggap terlalu spekulatif dan mengira-ngira. "Apa Pemohon memeriksa jadwal Presiden hingga mengetahui Presiden selalu memikirkan parpolnya selain memikirkan tugas kepresidenannya? Tolong Pemohon jangan hanya mengira-ngira dan berspekulasi saja. Kedudukan Hukum (legal standing red.) Pemohon harus berdasarkan kerugian hak konstitusional Pemohon yang terlanggar karena pasal a quo," paparnya.
Sementara itu, Hakim Konstitusi Achmad Sodiki mengungkapkan bahwa permohonan Pemohon tergolong ke dalam legislative review yang menjadi kewenangan DPR. Sodiki menilai Pemohon menganggap di dalam Pasal 16 ayat (1) yang tidak mencantumkan aturan jika anggota parpol menjadi penyelenggara negara, maka akan diberhentikan dari parpol. "Jika Pemohon ingin menambahkan pasal dalam UU parpol, maka hal itu bukanlah kewenangan MK. Pemohon datang saja ke DPR," ujarnya.
Ketua Majelis Hakim Panel Hamdan Zoelva menyarankan jika ingin meneruskan permohonannya, maka Pemohon harus merekonstruksi permohonannya. "Pemohon harus menjelaskan dengan detail kerugian konstitusional yang dialami. Untuk itu, Pemohon diberi waktu memperbaiki permohonannya selama 14 hari," tandas Hamdan. (Lulu Anjarsari)