Ahmad Fadlil Sumadi: Konstitusi Bertujuan Mengatur Hubungan Antara Lembaga Negara
Rabu, 24 Maret 2010
| 11:39 WIB
Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi saat memberikan kuliah umum kepada mahasiswa IKIP Veteran Semarang yang berkunjung ke MK, Rabu (24/3_.
Jakarta, MKOnline - Keberadaan konstitusi pada umumnya bertujuan mengatur lembaga-lembaga negara dalam suatu negara, mengatur hubungan antara lembaga negara, serta mengatur hubungan antara lembaga negara dengan warga negara. Oleh karena itu, adanya Mahkamah Konstitusi di sebuah negara, bertugas mengadili hal-hal yang melanggar dan mengabaikan konstitusi.
Hal itu diungkapkan Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil saat memberikan kuliah umum kepada para mahasiswa Fakultas Ilmu Pendidikan IKIP Veteran, Semarang, pada Kamis (24/3) di gedung Mahkamah Konstitusi (MK).
“Konstitusi sebagai hukum tidak boleh dilanggar, dikesampingkan, namun harus ditaati. Karena kita sudah sepakat untuk menjalani konstitusi,” tambah Ahmad Fadlil Sumadi.
Dikatakan Ahmad Fadlil, sejarah terbentuknya Mahkamah Konstitusi berdasarkan gagasan Hans Kelsen (1881-1973) asal Austria. Menurut Kelsen, pelaksanaan aturan konstitusional tentang legislasi dapat secara efektif dijamin, jika suatu organ selain badan legislatif diberi tugas untuk menguji apakah suatu produk hukum itu konstitusional atau tidak. Guna melaksanakan kepentingan tersebut, perlu dibentuk organ khusus.
“Itulah yang disebut Mahkamah Konstitusi yang memiliki kekuasaan menguji undang-undang terhadap UUD,” cetus Ahmad Fadlil.
Di Indonesia, MK memiliki kekuasaan ataupun kewenangan lainnya disamping menguji UU terhadap UUD, yakni membubarkan partai politik, memutus sengketa hasil pemilu, memutus sengketa antara lembaga negara dan berkewajiban meminta pendapat DPR mengenai benar atau tidaknya presiden atau wapres melakukan pengkhianatan, perbuatan tercela, dan sebagainya.
Dijelaskan Ahmad Fadlil, sebelum 1999 atau saat belum terjadi amendemen UUD 1945, di Indonesia konstitusi sebagai hukum tidak pernah ditegakkan secara hukum atau melalui mekanisme yudisial. Saat itu, penegakan hukum yang menyangkut presiden atau wakil presiden dilakukan melalui proses politik. (Nano Tresna A.)