Perawat sebagai tenaga kesehatan dan pimpinan di puskesmas dan puskesmas pembantu yang berada di daerah terpencil – di mana para tenaga dokter dan apotiker tidak ada – sangat rentan disalahkan aparat penegak hukum, khususnya kepolisian dan kejaksaan. Akibatnya, perawat bisa dipidanakan berdasarkan UU Kesehatan.
Demikian diungkap oleh Misran selaku Pemohon dalam sidang uji materi Pasal 108 ayat (1) beserta penjelasan Pasal 108 ayat (1) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, di ruang sidang pleno MK, Kamis (18/03).
Kerentanan pemidanaan tersebut, menurut Misran, karena perawat sebagai tenaga kesehatan juga diharuskan memberikan pertolongan pertama kepada pasien dan tidak boleh menolaknya karena dapat dipidana penjara dua tahun sesuai dengan Pasal 190 ayat (1) UU Kesehatan. Sementara itu, ketika melakukan pertolongan dan memberikan obat juga dapat dipidanakan karena ada ketentuan terbatas bagi perawat untuk memberikan obat kepada pasien.
"Kita semua tahu bagaimana kondisi di pelosok daerah tidak ada tenaga ahli yang memiliki kewenangan mengeluarkan jenis obat tertentu yang harus diberikan kepada pasien saat memberikan pertolongan. Apabila tidak diberikan maka pasien bisa celaka," ungkap Misran dalam perkara Nomor 12/PUU-VIII/2010 ini.
Misran melanjutkan kisahnya ketika memberikan obat demi menolong pasien. "Pasien tidak mati dan tertolong. Namun akhirnya saya dijerat dan dipidanakan karena memberikan obat yang secara istilah farmasi tidak boleh dikeluarkan oleh perawat. Di sisi lain di pelosok daerah terpencil, tenaga dokter tidak ada," ceritanya.
Oleh sebab itu, Misran memohon kepada MK agar Pasal 108 ayat (1) beserta penjelasan Pasal (108) ayat (1) UU Kesehatan dibatalkan dan dinyatakan bertentangan dengan Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 tentang jaminan mendapatkan lingkungan hidup yang baik dan sehat serta berhak memperoleh pelayanan kesehatan.
Menanggapi permohonan, Hakim Konstitusi Ahmad Fadlil Sumadi memberikan nasehat kepada Pemohon agar lebih menajamkan dalil yang diajukan karena permohonan Pemohon belum mencantumkan secara rinci tentang kerugian konstitusional yang diderita. "Jenis obat apa saja yang tidak boleh dikeluarkan oleh seorang perawat dan istilah terbatas yang terdapat dalam UU Kesehatan perlu dipertajam sehingga MK bisa menilai permasalahan dengan jelas," nasehat Ahmad Fadlil.
Menanggapi hal tersebut, Misran menyatakan bahwa kebijakan dalam masalah pengaturan ini yang bermasalah karena kondisi lapangan begitu berbeda apabila di pelosok daerah. "Sistem yang diatur Pemerintah, salah," tegasnya. (RN Bayu Aji)