Tim advokasi yang terdiri dari kuasa hukum pemohon uji materi atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama mengkhawatirkan, independensi majelis hakim Mahkamah Konstitusi terganggu. Gangguan itu dikhawatirkan bisa terjadi dalam proses persidangan uji materi atas UU itu.
Hal itu dikatakan Deputy Executive Director Indonesia’s Non- Government Organization for International Human Rights Advocacy Choirul Anam di Jakarta, Selasa (16/3). ”Kami melihat, independensi hakim dapat terganggu dalam proses persidangan,” katanya.
Oleh karena itu, lanjut Choirul, ketua majelis hakim Mahkamah Konstitusi (MK) harus tegas dalam menjaga proses persidangan uji materi atas UU No 1/1965. ”Kami berharap, majelis hakim tegas menerapkan ketentuan tata tertib persidangan,” katanya.
Choirul menilai, pengunjung dalam jumlah yang banyak berpotensi mengganggu persidangan yang independen. Bahkan, di luar sidang, ada kecenderungan berbagai bentuk ancaman dilakukan oleh kelompok tertentu. ”Tingkat kebebasan dari ancaman semakin rendah,” katanya.
Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta Nurkholis Hidayat menambahkan, pekan lalu, ada sekelompok orang yang melempari gedung LBH Jakarta. Diduga pelemparan itu terkait dengan kasus uji materi terhadap UU No 1/1965 di MK.
”Kami minta kepolisian menindaklanjuti kasus pelemparan itu,” kata Nurkholis. Ia menambahkan, LBH Jakarta sudah melaporkan kasus pelemparan itu kepada aparat kepolisian.
Direktur Eksekutif The Indonesian Legal Resource Center Uli Parulian Sihombing mengungkapkan, dengan tata tertib sidang di MK, ketua majelis hakim sebenarnya dapat meminta pengunjung yang dinilai mengganggu keluar dari ruangan. Itu diperlukan untuk menjaga kewibawaan peradilan.
KOMPAS.COM