Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan menolak seluruhnya permohonan hasil perselisihan pemilihan umum kepala daerah (Pemilukada) Kabupaten Nabire yang diajukan oleh calon pasangan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Nabire, Ayub Kayame dan Yosianan Manuaron. Demikian amar putusan perkara Nomor 1/PHPU.D-VIII/2010 yang dibacakan oleh Moh. Mahfud MD, Kamis (11/3), di Gedung MK.
Dalam konklusi, MK menyimpulkan bahwa Para Pemohon memiliki kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan. "Permohonan Pemohon juga diajukan masih dalam tenggang waktu yang ditentukan," jelas Mahfud.
Dalam pendapat hukum Mahkamah, Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar membenarkan bahwa telah terjadi pelanggaran proses penyelenggaraan Pemilukada di Kabupaten Nabire Putaran Kedua Tahun 2010 sebagaimana didalilkan Pemohon. "Akan tetapi, berdasarkan fakta yang terungkap di persidangan, pelanggaran dimaksud belum dapat dikatakan bersifat sistematis, terstruktur, dan masif," jelas Akil.
Mengenai dalil Pemohon yang menyatakan terjadi pelanggaran yang sangat sistematis dan masif, yakni jumlah pemilih yang tidak sesuai dengan data penduduk menurut Kantor Statistik Kabupaten Nabire, jelas Akil, MK berpendapat dalil tersebut merupakan dalil yang keliru. Akil menuturkan bahwa pelanggaran sistematis dan masif harus dilakukan dengan perencanaan yang matang dan dengan menggunakan strategi serta dilakukan secara komprehensif di wilayah yang luas, sedangkan dari bukti-bukti yang terungkap, hal dimaksud tidak terjadi secara sistematis dan tidak ditujukan untuk memenangkan salah satu pihak, melainkan semua pihak terkena akibat yang sama. "Lagipula data tersebut telah dipergunakan pada Pemilukada Kabupaten Nabire Putaran pertama dan tidak dipersoalkan oleh Pemohon," jelas Akil.
Sementara itu, berkaitan dengan dalil Pemohon mengenai tidak adanya pencoblosan di Kampung Ogiay, Kumupi, Yagewi, Lokodini, Taumi serta Distrik Uwapa dan Distrik Siriwo, Akil mengungkapkan bahwa dalil Pemohon tersebut tidak terbukti di persidangan. Berdasarkan Bukti berupa Formulir Model C-KWK beserta lampirannya terbukti terjadi pencoblosan dalam Pemilukada Kabupaten Nabire Putaran Kedua Tahun 2010, dan di dalam Formulir Model C3-KWK tidak terdapat keberatan dari saksi-saksi Pasangan Calon. "Demikian juga dari Panwas Kecamatan atau Distrik maupun Panwas Kabupaten, sesuai fakta yang terungkap di persidangan, sampai berakhirnya pelaksanaan Pemilukada tidak pernah mengajukan laporan kepada Termohon. Oleh karena itu, dalil Pemohon tersebut tidak terbukti," ujar Akil.
Mengenai dalil Pemohon yang menyatakan terdapat pelanggaran-pelanggaran lain, seperti pembagian sembako dan uang, bukan pemilih yang mencoblos, ataupun pembagian dana, Akil menjelaskan bahwa hal tersebut bukanlah kewenangan MK. "Pelanggaran tersebut merupakan wewenang Pengawas pemilukada, Penyelenggara Pemilukada, dan aparatur penegak hukum untuk menyelesaikannya," tandas Akil.
Mahfud mengungkapkan bahwa Pemohon tidak dapat membuktikan dalil-dalil dan alasan-alasan hukum permohonannya. "Oleh karena itu, MK menyatakan menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya," tukasnya. (Lulu A.)