MK Uji Peninjauan Kembali
Kamis, 04 Maret 2010
| 11:32 WIB
Hakim Konstitusi Hamdan Zoelva (tengah) pimpin sidang uji UU Kekuasaan Kehakiman, UU MA, dan KUHP, Kamis (4/3), di ruang sidang panel MK. (Humas MK/Annisa Lestari)
Mahkamah Konstitusi (MK) menyidangkan tiga undang-undang sekaligus, Kamis (4/3), di ruang sidang panel MK. Pertama, UU No. 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Kedua, Pengujian UU No. 3 Tahun 2009 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 14 Tahun 1985 tentang Mahkamah Agung. Ketiga, Pengujian UU No. 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana. Perkara Nomor 10/PUU-VIII/2010 ini dimohonkan oleh Muh Burhanuddin dan Rachmat Jaya, didampingi kuasa hukumnya Farhat Abbas. Para Pemohon menyoal UU 48/2009 khususnya Pasal 24 ayat (2) yang berbunyi "terhadap putusan peninjauan kembali tidak dapat dilakukan peninjauan kembali". Lalu, Pasal 66 ayat (1) UU 14/1985 yang menyatakan "permohonan peninjauan kembali dapat diajukan hanya 1 (satu) kali". Dan, Pasal 268 ayat (3) UU 8/1981 yang tertera "permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan hanya dapat dilakukan satu kali saja". Menurut Pemohon, pasal-pasal tersebut bertentangan dengan Pasal 1 ayat (3), Pasal 24 ayat (1), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28D ayat (1), Pasal 28H ayat (2), dan Pasal 28J ayat (2) UUD 1945. Pemohon beralasan, pasal-pasal dalam tiga UU yang diujikan tidak memiliki kejelasan, ketelitian, dan konsistensi dalam kepastian hukum mengingat prakteknya banyak PK lebih dari satu kali di MA, bahkan ada yang hingga sampai empat kali. Ini dinilai tidak konsisten dengan surat edaran Ketua MA No. 10/2009 tentang Permohonan Peninjauan Kembali. Dalam petitumnya, Pemohon meminta adanya provisi yang memerintahkan Ketua MA RI menunda proses persidangan atau pemeriksaan berkas perkara Nomor 646/PK/PDT/2009 sampai adanya putusan pengujian UU ini. Dalam pokok perkara, Pemohon minta dikabulkan seluruh permohonannya.
"Klien kami menang PK, tapi MA menerima PK kedua, karena itulah kami mengajukan perkara ini," kata Farhat Abbas, Kuasa Hukum Pemohon. "Pemohon adalah seorang advokat, (untuk itu) harus ada penjelasan kerugian (konstitusional) sebagai advokat itu apa. Ceritakan juga di pokok perkara tentang kasusnya," nasehat Hakim Konstitusi Harjono.
Majelis Hakim Panel yang dipimpin Hamdan Zoelva ini meminta Pemohon memperbaiki permohonannya. (Yazid)