Tuesday, 02 March 2010
JAKARTA (SI) – Seluruh fraksi di Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) menyetujui rancangan tata tertib dan kode etik MPR yang mengatur tata cara pemberhentian (pemakzulan) presiden dan wakil presiden (wapres).
Persetujuan itu diberikan seluruh fraksi ditambah kelompok Dewan Perwakilan Daerah (DPD) dalam sidang paripurna MPR di Gedung DPR/MPR Jakarta kemarin. Dengan persetujuan secara mutlak itu, MPR menetapkan rancangan itu menjadi Peraturan Tata Tertib (Tatib) dan Kode Etik Anggota MPR.Tata cara pemberhentian presiden/wapres diatur dalam Bab XVII Pasal 102 sampai 105.
Disebutkan, MPR wajib menyelenggarakan sidang paripurna untuk memutuskan usul DPR mengenai pemberhentian presiden/wapres paling lambat 30 hari sejak MPR menerima usul DPR (Pasal 103). Dalam ayat 2 Pasal 103 disebutkan, usul DPR harus dilengkapi dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa presiden/ wapres terbukti melakukan pelanggaran hukum.
Kemudian,menurut Pasal 104 ayat 1 pimpinan MPR mengundang presiden/wapres menyampaikan penjelasan dalam sidang paripurna. Apabila tidak hadir, ayat 2 pasal itu menyatakan MPR tetap mengambil keputusan. Pasal 104 menyebutkan keputusan MPR atas usul pemberhentian presiden/wapres harus diambil dalam rapat paripurna yang dihadiri sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. “Dengan ini, rancangan ini resmi disahkan menjadi peraturan,” kata Ketua MPR Taufik Kiemas sebelum menutup sidang.
Enam Bulan
Rancangan Peraturan Tatib dan Kode Etik MPR disusun selama lebih kurang enam bulan oleh Panitia Ad Hoc MPR. Dalam tatib itu juga dimuat tata cara pelantikan wapres menjadi presiden bila terjadi kekosongan jabatan presiden yang diatur dalam empat pasal, salah satunya Pasal 108 ayat 2 yang mengandung arti apabila terjadi kekosongan jabatan presiden, MPR paling lambat 3x24 jam menyelenggarakan sidang paripurna untuk melantik wapres menjadi presiden.
Tatib juga mengatur tata cara pemilihan dan pelantikan wapres apabila terjadi kekosongan jabatan wapres. Dalam Pasal 112 ayat 1 disebutkan, dalam hal terjadi kekosongan wapres, MPR menyelenggarakan sidang paripurna MPR paling lambat 60 hari untuk memilih presiden. Untuk calon presiden, wapres mengusulkan dua nama paling lambat 14 hari sebelum penyelenggaraan sidang paripurna MPR.
Selain soal pengangkatan dan pemberhentian presiden, tatib juga mengatur soal susunan, kedudukan, tugas,dan wewenang MPR serta tim kerja MPR yang terdiri atas tim kerja sosialisasi MPR,tim kode etik MPR,tim anggaran MPR dan tim kerja lain yang diperlukan. Ketua Panitia Ad Hoc (PAH) MPR Lukman Hakim Saifuddin menegaskan,MPR membutuhkan rancangan tatib dan peraturan kode etik sebagai panduan lembaga tinggi negara itu dalam berperilaku secara institusi maupun individu.“
Peraturan tatib ini pada titik tertentu tidak bisa menjangkau norma-norma etika sehingga perlu pula disusun panduan kode etik MPR,”ujar Lukman. Fraksi Partai Gerindra menilai tatib ini merupakan konsekuensi dari paham negara demokrasi dan negara hukum sehingga memperkuat sistem konstitusional. “Ini berarti tata cara pemakzulan yang diatur dalam tata tertib ini, bukan dimaksudkan untuk mewantiwanti siapa pun dan bukan pula disiapkan untuk digunakan dalam waktu dekat ini,” tutur juru bicara Fraksi Gerindra Martin Hutabarat.
Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) menyatakan, tatib ini merupakan ikhtiar bersama agar MPR mempunyai tata cara pemberhentian presiden/wapres. FPKB berpandangan semua pihak tentu tidak ingin pergantian presiden selalu memunculkan perdebatan konstitusional atau inkonstitusional.“ Ya sering kali pada akhirnya lebih ditentukan oleh siapa yang memegang kekuasaan politik,”tandas juru bicara FPKB Ibnu Multazam.
Fraksi Partai Demokrat (FPD) secara tegas menerima rancangan tatib ini menjadi peraturan.Sebab, secara substantif tatib ini mengatur secara jelas atau detail yang menjadi hak dan anggota MPR. “Diharapkan tatib ini menjadi landasan dan pedoman kerja pimpinan, alat kelengkapan, anggota MPR,” tutur juru bicara FPD Adiyaman Amir Saputra.
Hampir sama dengan fraksi lain, juru bicara Fraksi Partai Golkar Syamsul Bachri menyatakan tatib ini perlu untuk mengatur mekanisme dan prosedur MPR dalam melaksanakan kewajibannya terkait pemberhentian presiden atau wakil presiden. Memang, lanjut dia, konstitusi dalam sistem pemerintahan presidensial salah satu cirinya adalah adanya masa jabatan kepemimpinan yang pasti (fixed term).
Tidak Ada Hubungan
Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar mengatakan, tatib pemakzulan MPR yang dibahas kemarin tidak ada hubungannya dengan kasus Bank Century.“Tatib itu sudah lama disiapkan oleh MPR pada masa lalu,”kata Patrialis di Jakarta kemarin. Pada saat MPR periode lalu, dia mengaku sebagai salah satu pihak yang mengonsep aturan tersebut. MPR periode yang lalu tidak mengesahkan aturan tersebut karena waktunya sudah mepet.
Karena itu, MPR periode yang lalu menyerahkan kepada MPR saat ini untuk menyelesaikannya. “Jadi, jangan politisasi tatib untuk pemakzulan,” tandasnya. Ketua MK Mahfud MD mengatakan, tidak menjadi masalah jika MPR membuat aturan tentang pemakzulan. Sebab, ketika UUD 1945 dinilai tidak spesifik, MPR mempunyai kewenangan untuk membuat peraturan yang lebih spesifik.“Kalau nggak ada di konstitusi ya sudah,MPR saja yang menetapkan (tatib pemakzulan), daripada macet,”ujarnya. (adam prawira/kholil)
Sumber www.seputar-indonesia.com