Senin, 1 Maret 2010
JAKARTA (Suara Karya): Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD menilai kondisi eksekutif saat ini tengah sakit "keras" baik di tingkat pusat maupun daerah. Salah satu indikasi, maraknya praktik korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN), sering terjadi sikap feodalisme dan transaksi politik.
"Akibatnya, kita (Indonesia --Red) tidak mampu bergerak untuk menjadi lebih bersih atau bebas dari KKN sampai saat ini. Saya sering ke daerah dan mendapatkan pengakuan masyarakat bahwa sekarang masih sama seperti zaman orde baru," katanya kepada wartawan di Jakarta, akhir pekan lalu.
Mahfud juga menggambarkan kondisi legislatif yang juga sakit saat ini. "Legislatif kita sakit karena proses rekrutmennya tidak sehat, misalnya terjadi transaksi-transaksi politik yang tak kredibel. Kalau kita mengharapkan aspirasi disalurkan ke legislatif maka aspirasi itu akan digoreng dan dijual untuk kepentingan politik," paparnya.
Namun bagaimana pun parahnya, unsur legislatif tetap tidak boleh dihilangkan, malah harus tetap dihormati, karena kalau legislatif tidak ada maka tak akan bisa dibangun demokrasi.
Karena itu, kata Mahfud, jangan sampai ada pikiran untuk menghapus legislatif sebagaimana pandangan masyarakat dalam berbagai dialog interaktif, karena itu tidak benar atau bertentangan dengan konstitusi. Kondisi yudikatif kurang lebih sama dengan eksekutif dan legislatif.
Menurut Mahfud, bahkan lebih gila lagi, karena lembaga peradilan kerap menjadi tempat jual-beli perkara meskipun sudah ada upaya untuk memperbaikinya.
"Kalau kita lihat laporan ICW dan tindakan MA yang menjatuhkan sanksi kepada para hakim, itu membuktikan bahwa dalam 10 tahun terakhir ini yudikatif kita masih sakit," ujarnya.
Dalam kondisi sakit atau maraknya KKN seperti itu, Mahfud MD setuju jika Indonesia mengadopsi pola pemberantasan korupsi sebagaimana diberlakukan di China. "Bisa diterapkan," katanya.
Presiden China saat itu bertekad memberantas korupsi di negaranya dengan mengumumkan akan mempersiapkan 1.000 peti mati untuk pelaku korupsi.
"Sepanjang tahun 2003 tidak kurang 14.300 kasus diungkap dan dibawa ke pengadilan, sebagian di antaranya divonis hukuman mati. Sampai tahun 2007 Pemerintah China telah menghukum mati 4.800 orang pejabat negara yang terlibat praktik korupsi," tuturnya.
China berbeda dengan Indonesia, yang saat ini berada pada peringkat 5 negara terkorup di dunia. "Indonesia bahkan pernah meraih peringkat 2 negara terkorup di dunia. Jadi, tidak berlebihan kalau ada yang menginginkan pola pemberantasan korupsi di China diadopsi Indonesia," ujar Mahfud. (Wilmar P)
Sumber http://www.suarakarya-online.com/news.html?id=247552