JAKARTA(SI) – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyambut baik gagasan perampingan penyidik yang dilontarkan anggota Dewan Pertimbangan Presiden Jimly Asshiddiqie.
Bahkan, DPR akan membentuk panitia kerja (panja) khusus untuk membahas persoalan ini. “Kita akan membentuk panja untuk menginventarisir masalah yang muncul di antara penyidik. Dari panja tersebut juga akan diketahui apakah penyidik PNS (pegawai negeri sipil) efektif atau tidak,” tegas anggota Komisi III DPR Syarifuddin Sudding ketika dihubungi harian Seputar Indonesia di Jakarta kemarin. Politikus Partai Hati Nurani Rakyat ini mengatakan, panja akan melihat sejauh mana efektivitas penyidik dari lembaga di luar penegak hukum. Sebab, menurut dia, selama ini muncul adanya tumpang tindih kewenangan penyidikan.
”Misalnya di Ditjen Pajak ada indikasi tindak pidana, polisi menyatakan itu tindak pidana umum sehingga penyidiknya dari polisi.Namun,penyidik pajak juga mengatakan bahwa itu masalah pajak sehingga harus disidik penyidik pajak. Kalau seperti itu kan muncul saling klaim dan tidak efektif,”tandasnya. Hasil inventarisir panja ini kemudian akan dijadikan bahan pertimbangan bagi Komisi III untuk membahas revisi Kitab Undang- Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Sebab, dasar hukum pembentukan penyidik di luar lembaga penegak hukum itu adalah KUHAP.
”Kalau memang tidak efektif, maka revisi KUHAP akan menghapus penyidik di luar lembaga penegak hukum,”paparnya. Selain itu, masukan panja juga dapat dijadikan referensi dalam merevisi Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).“KUHAP dan KUHP merupakan prioritas revisi pada 2010,”katanya.Dengan revisi KUHAP dan KUHP ini maka nantinya peraturan perundangan di bawahnya juga harus mengikuti.Termasuk undang-undang di masingmasing instansi yang mengatur soal penyidik.
Dia mencontohkan, UU Pajak. Jika nantinya kewenangan penyidik dalam KUHAP dan KUHP diubah maka ketentuan penyidik yang diatur dalam UU Pajak juga harus diubah. Seperti diberitakan sebelumnya, anggota Dewan Pertimbangan Presiden Jimly Asshiddiqie berharap ada penyederhanaan lembaga yang melakukan penyidikan.Sebab menurut dia, dengan banyaknya lembaga yang berwenang melakukan penyidikan, dikhawatirkan akan memunculkan tumpang tindih dalam penanganan kasus pidana. Gagasan Jimly ini didukung Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Mahfud MD. Dia menyatakan sepakat dengan rencana perampingan kewenangan penyidikan ini. Sebab menurut dia, saat ini ada lebih dari 40 lembaga yang memiliki kewenangan melakukan penyidikan.
Pendapat berbeda disampaikan Wakil Ketua MPR Lukman Hakim Saifuddin.Menurut dia,keberadaan penyidik sudah sesuai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.“Tidak ada masalah sebab penyidik (yang banyak itu) memang memiliki kewenangan sendiri- sendiri,” tegas Lukman di Gedung Mahkamah Konstitusi,Jakarta, kemarin. Lukman mengatakan, banyaknya penyidik pada dasarnya akan bermuara pada satu penuntutan yakni di kejaksaan. Meski demikian, Lukman sepakat keberadaan penyidik perlu ditata. Terutama terkait koordinasi antarinstansi. “Antarpenyidik memang perlu koordinasi dan komunikasi sehingga tidak terjadi tumpang tindih saat melakukan penyidikan,” katanya.
Sedangkan anggota Satuan Tugas (Satgas) Pemberantasan Mafia Hukum Mas Achmad Santosa mengatakan, gagasan perampingan lembaga penyidik adalah sesuatu yang baru. Gagasan itu bisa menjadi salah satu bahan diskusi satgas. ”Kalau sampai saat ini kita memang belum membahas masalah itu. Namun, terbuka kemungkinan gagasan itu akan dibicarakan satgas,”tandasnya. (kholil)
Sumber: www.seputar-indonesia.com