SOLO (Suara Karya) : Hingga akhir tahun 2009 Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan sebanyak 58 undang - undang (UU) dari 108 UU yang diajukan ke MK untuk diuji baik uji materiil maupuan formal. Berdasarkan pengujian yang dilakukan MK, UU yang dibatalkan tersebut dinilai menyimpang dari arah dan strategis tujuan negara. "Saat ini masih ada 36 UU yang antri untuk dilakukan pengujian di MK dan ada sembilan UU lagi yang baru masuk tetapi belum mendapatkan nomor perkara," kata Ketua MK, Moh Mahfud MD di Solo, Sabtu (20/2). Sementara itu, UU yang siap untuk diputuskan dalam waktu dekat yakni UU Sisten Pendidikan Nasional, UU Badan Hukum Pendidikan, UU Antipornografi serta UU Penodaan Agama. Menurut Mahfud, UU yang dibuat bisa dibatalkan oleh MK karena tidak memenuhi empat kaidah. Yaitu, setiap hukum nasional harus menjamin integrasi bangsa, UU tidak boleh memecah belah bangsa. Kaidah lain yang harus terpenuhi adalah hukum harus didasari oleh dua prinsip yakni demokrasi dan nomokrasi. Kaidah ketiga adalah UU tersebut harus berpijak kepada keadilan sosial dan kaidah yang keempat adalah harus berdasarkan pada toleransi beragama,. Hukum di Indonesia tidak boleh diskriminatif terhadap golongan agama meskipun penganutnya sangat kecil. "Jika ada UU atau bagian dari UU yang tidak memenuhi kaidah tersebut berarti tidak konsisten dengan UUD sehingga MK bisa membatalkannya," jelasnya. Sebenarnya untuk menghindari banyaknya kesemrawutan perencanaan dalam pembuatan UU, telah diperkenalkan secara resmi istilah Program Legislasi Nasional (Prolegnas) dan Program Legislasi Daerah (Prolegda). Dengan danya Prolegnas tersebut diharapkan agar UU yang dihasilkan adalah UU yang baik, sinkron dan terarah serta konsisten dengan arah politik hukum nasional. "Tetapi kenyataannya harapan itu belum terwujud sepenuhnya. Selain pengujian secara materi, MK juga melakukan pengujian formal karena tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku,"katanya. Sementara itu, menyinggung RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang di dalamnya diatur persoalan nikah siri, Mahfud mengatakan, hal itu sudah masuk daftar ketika Prolegnas dibentuk tahun 2004. Ia menduga draf RUU Hukum Materiil Peradilan Agama Bidang Perkawinan yang dirilis oleh Dirjen Bimas Islam Depag, Nasaruddin Umar, adalah draf yang telah ada di Prolegnas. Namun demikian, ia enggan mengomentari pernyataan Menag yang mengatakan draf yang beredar adalah draf ilegal. "Itu urusan pemerintah, terutama internal Depag. Tapi yang jelas RUU itu telah masuk Prolegnas sejak 2004. Itu berarti yang mengajukan Menteri Agama jauh sebelum Pak Suryadharma. Barangkali saja sebagai menteri yang baru, Pak Suryadharma, memang belum mengetahuinya," ujarnya di Jakarta, kemarin. (Endang Kusumastuti/Wilmar P)Senin, 22 Februari 2010