Uji UU Kementerian Negara: Antara Pasal dan Penjelasan Umum, Inkonsisten
Kamis, 18 Februari 2010
| 14:44 WIB
Pemohon Prinsipal Lily Chadijah Wahid (kanan) hadir dalam sidang uji UU Kementerian Negara, Kamis (18/2), di ruang sidang pleno MK. (Humas MK/Gani)
Mahkamah Konstitusi (MK) gelar sidang uji UU No. 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara yang diajukan oleh Lili Chadijah Wahid, adik kandung almarhum Gus Dur, Kamis (18/02), di ruang sidang pleno MK.
Mulanya, Lili adalah Wakil Ketua Dewan Syuro DPP PKB. Namun, ia diberhentikan oleh Dewan Tanfidz, padahal menurutnya yang berhak memberhentikan adalah Dewan Syuro sebagaimana AD/ART partai.
Dalam perkara cucu pendiri Nahdlatul Ulama, KH Hasyim Asy’ari ini, Lili menyoal Pasal 23 UU a quo yang berbunyi "Menteri dilarang rangkap jabatan sebagai: a) pejabat negara lainnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan, b) komisaris atau direksi pada perusahaan negara atau perusahaan swasta, atau c) pimpinan organisasi yang dibiayai dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara dan/atau Anggaran Pendapatan Belanja Daerah". Dalam Penjelasan Umum pasal di atas, yakni di paragraf 8 sepanjang frasa "diharapkan" dan "dapat" yang lengkapnya tertulis "Bahkan diharapkan seorang menteri dapat melepaskan tugas dan jabatan-jabatan lainnya termasuk jabatan dalam partai politik", Lili menganggapnya bertentangan dengan Pasal 27 Ayat (1), 28D Ayat (1) dan (3) UUD 1945. Alasan Lili sebagai Pemohon tunggal dalam perkara Nomor 151/PUU-VII/2009 ini adalah memandang Penjelasan Umum UU 39/2008 tersebut kontradiktif dan inkonsisten serta dapat menimbulkan penafsiran yang keliru. Dalam petitumnya, Pemohon meminta penjelasan sepanjang frasa diminta dinyatakan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat, atau direvisi. Juga, Pasal 23 UU a quo ini dinyatakan konstitusional bersyarat. Pemerintah yang berkesempatan membacakan keterangannya, menganggap Pemohon tidak punya kualifikasi kerugian konstitusional yang jelas. "Apa dan bagaimana kerugian kerugian konstitusional Pemohon terhadap ketentuan hukum pasal a quo?" tanya pemerintah.
Menurut pemerintah, mestinya Pemohon mengajukan usul perubahan UU yang mengatur rangkap jabatan kementerian negara tersebut, apalagi Pemohon masih aktif sebagai anggota DPR.
Untuk lebih memperjelas ada-tidaknya kerugian akibat rangkap jabatan, pemerintah melalui Plh. Direktur Litigasi Dephukham, Mualimin Abdi, mengatakan bahwa MK perlu menghadirkan ketua partai politik yang merangkap jabatan sebagai menteri untuk dimintai keterangan terkait efektivitas tugas mereka, di sidang berikutnya. (Yazid)