JAKARTA - Seorang simpatisan Partai Demokrat, Bambang Supriyanto, mengajukan uji materi UU 6/1954 tentang Hak Angket dan Pasal 77 ayat 3 UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD mengenai hak angket.
Bambang meminta Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU Hak Angket dan pasal tentang hak angket. Menurut dia, dengan adanya UU Hak Angket dan pasal hak angket dalam UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD, maka telah ada dualisme peraturan. Di sisi lain, dengan adanya hak angket, maka politik juga labil.
”Karena saya adalah partisan Partai Demokrat, dengan adanya hak angket, pilihan saya (Partai Demokrat) terganggu,” kata Bambang saat sidang perdana uji materi UU Hak Angket dan UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD di Gedung MK Senin (15/2/2010) kemarin. Dia mengungkapkan, dasar hukum hak angket yang ganda tidak memungkinkan.
Harusnya dasar hukum harus tunggal. Di sisi lain, karena hak angket politik menjadi labil, sehingga memengaruhi dirinya sebagai partisan parpol. Sekadar diketahui, saat ini DPR menggunakan Undang- Undang Hak Angket dan Pasal 77 ayat 3 UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD sebagai dasar untuk memproses hak angket Bank Century.
Pasal 77 ayat 3 UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD berbunyi, ”Hak angket sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan suatu undangundang dan/atau kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan hal penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundangundangan.”
Sementara itu, Ketua Panel Hakim MK Akil Mochtar dalam persidangan perdana tersebut mempertanyakan kerugian konstitusional yang dialami Bambang. Akil meminta agar Bambang menjelaskan kerugian yang dialami dengan adanya UU Hak Angket dan Pasal 77 ayat 3 UU 27/2009 tentang MPR, DPR,DPD, dan DPRD. ”Saya melihat, permohonan pemohon masih kabur dan uraian kerugian tidak terlihat,” kata Akil.
Di sisi lain Akil juga mempertanyakan, sangat aneh jika UU Hak Angket dan Pasal 77 ayat 3 UU 27/2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD dibatalkan. Sebab, hak angket diatur dalam UUD 1945. Padahal, sesuatu yang ada di UUD 1945 harus diatur lebih lanjut dalam UU. ”Kalau UU Hak Angket dibatalkan,lalu bagaimana,kan di UUD 1945 diatur juga tentang hak angket,” jelasnya.
Akil menambahkan, pemohon bisa juga bisa mempermasalahkan hak angket sebagai sengketa kewenangan lembaga negara. Yakni, Bambang dapat menjadi kuasa presiden untuk bersengketa dengan DPR terkait pelaksanaan hak angket.
Hal itu dimungkinkan karena MK mempunyai kewenangan menyelesaikan sengketa kewenangan antarlembaga negara. Untuk itu,MK memberi waktu 14 hari bagi Bambang untuk memperbaiki permohonan.
(Koran SI/Koran SI/ded)
okezone.com
Selasa, 16 Februari 2010 - 07:00 wib