Jakarta, Kompas - Hakim konstitusi di Mahkamah Agung menerima berbagai masukan yang pro dan kontra terhadap uji materi Undang-Undang Nomor 1 PNPS Tahun 1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan Dan/Atau Penodaan Agama di Gedung MK, Rabu (10/2).
Sidang yang dipimpin Mahfud MD itu mendengarkan keterangan pihak terkait, Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU), Majelis Tinggi Agama Khonghucu Indonesia (Matakin), dan Konferensi Waligereja Indonesia (KWI). Hadir sebagai ahli, KH Hasyim Muzadi, Prof Dr Amin Suma, Prof Dr Rahmat Syafi’i, dan Prof Dr Nur Syam (ketiganya juga ahli yang diajukan pemerintah).
Uji materi ini diajukan oleh tujuh lembaga swadaya masyarakat (LSM) di Jakarta dan sejumlah tokoh, seperti almarhum mantan Presiden Abdurrahman Wahid, Prof Dr Musdah Mulia, Prof M Dawam Rahardjo, dan KH Maman Imanul Haq.
Pengajar Filsafat Driyarkara, Franz Magnis-Suseno, menegaskan, negara tidak berwenang melakukan penilaian mengenai menyimpang tidaknya suatu ajaran. Penilaian tersebut hanya dapat dikeluarkan oleh agama yang bersangkutan. Apabila negara melakukan penilaian, negara telah melanggar kewajibannya untuk bersikap netral.
Pandangan berbeda diungkapkan Hasyim Muzadi dan Amin Suma. Perwakilan PBNU, Soleh Amin, menilai, Pasal 1 UU Nomor 1 Tahun 1965 tidak membatasi kebebasan beragama. Hasyim secara tegas menyatakan, UU Penodaan Agama itu justru sama sekali tidak berhubungan dengan kebebasan beragama. Pasal 1 sama sekali tidak mengandung aturan menghalangi-halangi kebebasan beragama. (ANA)
Sumber www.cetak.kompas.com