Jakarta | Thu 11 Feb 2010
by : M. Yamin Panca Setia
PERDEBATAN hebat terjadi dalam persidangan pengujian UU No 1 Tahun 1965 tentang Penyalahgunaan dan Penodaan Agama yang berlangsung di Gedung Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta kemarin. Kelompok penentang menilai penerapan UU tersebut melanggar kebebasan beragama dan berkeyakinan seperti telah diatur dalam UUD 1945. Sementara kelompok pendukung menilai jika subtansi yang diatur dalam UU UU No 1 Tahun 1965 tidak menghalangi kebebasan beragama. UU tersebut justru melindungi kelompok minoritas dan mengantisipasi terjadinya penodaan agama yang mengancam eksistensi suatu agama.
Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Hasyim Muzadi yang merupakan ahli pemerintah yang menolak penghapusan UU Penyalahgunaan dan Penodaan Agama menyatakan, UU a quo tidak mengatur mengenai kebebasan beragama. Namun, menyangkut penodaan agama sehingga tidak relevan jika dikaitkan dengan kebebasan beragama yang diatur UUD 1945. Hasyim juga menilai UU tersebut tidak menghalangi agama-agama yang kemungkinan bakal ada di Indonesia.
"Dalam penjelasan UU itu, pada penjelasan Pasal 1, tidak menghalangi agama-agama yang mungkin akan ada. Saya baca, ini tidak berarti agama lain seperti Yahudi, Tao dan sebagainya dilarang di Indonesia. Jadi, bukan mengatur kebebasan agama," kata Hasyim.
Dia juga menilai, UU tersebut masih diperlukan di Indonesia. Hasyim khawatir, bila UU tersut dicabut, akan berakibat instabilitas, mengganggu kerukunan beragama yang sudah terwujud sangat baik dan yang dirugikan adalah kelompok minoritas.
Sementara Uung Cendana, Sekretaris Umum Majelis Tinggi Agama Konghucu Indonesia (Matakin) menyatakan, penolakan jika UU Penodaan Agama dicabut sebelum diterbitkan UU baru agar ada keadilan. "Tanpa ada UU baru, penganut agama formal minoritas justru paling terancam. Kalau dicabut, justru akan muncul anarkisme dan penodaan agama kecil karena tidak adanya perlindungan. Kami khawatir tidak ada tindakan negara terhadap perilaku kekerasan," katanya.
Arswendo yang pernah menjadi Pemimpin Redaksi Tabloid Monitor dipenjara karena pernah memublikasikan hasil angket yang menempatkan Nabi Muhammad SAW di urutan nomor 11.
"Saya diadili, dijatuhi hukuman. Semua sudah dijalani, semua sudah berlalu. Yang tidak turut berlalu adalah pemaknaan. Ternyata membandingkan Nabi Muhammad dengan manusia lain adalah penodaan. Sebelumnya tidak ada penjelasan mengenai masalah tersebut," kata Arswendo.n
Sumber www.jurnalnasional.com