Jakarta, MKOnline - Sejumlah mahasiswa Universitas Langlang Buana Bandung berkunjung ke Mahkamah Konstitusi (MK) pada Rabu (10/2). Kunjungan tersebut selain bermaksud untuk memahami lebih jauh kinerja MK juga ingin mengenal lebih dekat suasana yang terjadi di MK seperti suasana persidangan. Kedatangan para mahasiswa itu diterima oleh Hakim Konstitusi Muhammad Alim.
Muhammad Alim yang diminta menyampaikan ceramah memaparkan isi Pasal 24 UUD 1945, yang antara lain menyebutkan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Terkait proses beracara di MK, Alim menekankan pentingnya keterangan saksi sebagai salah satu jenis alat bukti. Dijelaskan Alim, keterangan saksi adalah keterangan yang diberikan dalam sidang. Saksi harus disumpah atau berjanji menurut cara agamanya. Saksi yang di bawah umur, tidak disumpah.
“Keterangan saksi adalah keterangan yang dilihat sendiri, didengar sendiri dan atau dialami sendiri. Keterangan saksi yang hanya mendengar dari penuturan orang lain tentang sesuatu yang tak didengar langsung, atau dilihat langsung atau dialami langsung, tidak dapat dinilai sebagai suatu kesaksian,” ungkap Alim.
Alim mengatakan, saksi yang hanya mendengar dari penuturan orang disebut saksi de auditu. Selain itu, keterangan seorang saksi saja, tanpa didukung alat bukti lain, tidak dinilai sebagai keterangan saksi. Dalam bahasa Latin dikenal dengan adagium, unus testis nullus testis, sedangkan dalam bahasa Belanda dikenal dengan een geutigen not geutigen, artinya satu saksi bukanlah saksi.
Demikian pula dalam hukum Islam, persaksian dilakukan dengan dua orang saksi. Dituturkan Alim, kasus sengketa baju besi antara Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan seorang Yahudi yang dimenangkan oleh orang Yahudi itu karena saksi Hasan (anak Khalifah Ali) tidak diterima kesaksiannya. Karena dalam ajaran Islam, saksi dari anak tidak diperkenankan untuk masalah di luar rumah tangga.
“Karena tinggal satu saksi yaitu Qanbur (bekas budak Khalifah Ali), maka Khalifah Ali kalah dalam sengketa itu. Karena kagum dengan sikap legawa Khalifah Ali, orang Yahudi itu pun langsung menyerahkan baju besi yang sebenarnya memang milik Khalifah Ali,” jelas Alim. (Nano Tresna A.)