Rabu, 10 Februari 2010
JAKARTA (Suara Karya): Mahkamah Konstitusi (MK) menolak "gugatan" terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 27 tahun 2009 tentang Susunan dan Kedudukan (Susduk) MPR, DPR, DPD, dan DPRD. Khususnya pasal yang menyangkut pemilihan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).
"Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum. Karena itu, mahkamah menyatakan permohonan pemohon tidak bisa diterima," demikian Ketua Majelis Hakim Mahfud MD saat membacakan amar putusan uji materiil UU No 27 tentang Susduk di Gedung MK, Jakarta, Senin.
Dalam amar putusan, MK menyatakan hak konstitusional perorangan warga negara tidak sama dengan hak warga sebagai anggota parlemen (daerah). Karena itu, kursi/kedudukan ketua dewan merupakan hak partai politik. "Undang-undang sudah tepat mengatur partai yang mendapat kursi terbanyak berhak menjadi pimpinan dewan. Atas dasar itu, tata cara pemilihan pimpinan dewan dibuat berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak. Pilihan kebijakan yang menjadi ranah para pembentuk undang-undang itu sama sekali tidak bertentangan dengan konstitusi," kata Mahfud MD.
Pasal 354 UU Susduk itu sendiri, menurut penilaian MK, tidak merugikan hak konstitusional pemohon.Subhan Saputra dengan kawan-kawan (dkk), anggota dewan dari Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan, dan Simson Fransisko Beli cs (14 anggota dewan Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur), dalam gugatan sebelumnya menyatakan UU Susduk bertentangan dengan konstitusi. Mereka juga berpendapat pasal dalam undang-undang itu diskriminatif, karena tidak memberikan kesempatan yang sama bagi anggota parlemen daerah untuk menjadi ketua dewan. Pasal tersebut menyebutkan, ketua dewan dipilih dari partai politik yang memiliki kursi terbanyak di dewan.
Sementara itu, MK juga mengabulkan pencabutan "gugatan" UU Antiterorisme yang dilakukan, Abu Jibril. "MK menetapkan mengabulkan penarikan kembali permohonan pemohon," kata Mahfud MD. Lebih lanjut Mahfud menyatakan, pemohon tidak dapat mengajukan kembali permohonan pengujian terhadap berbagai pasal UU Nomor 15 tahun 2003 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti UU (Perppu) Nomor 1 tahun 2002 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
Menanggapi penetapan MK itu, Abu Jibril mengatakan, penarikan uji materiil tidak untuk seterusnya. Menurutnya, penarikan dilatarbelakangi karena penasihat hukumnya tidak menjalankan semua mandat yang diberikan. (Wilmar P)
Sumber: www.suarakarya-online.com