Rabu, 10 Februari 2010
Perjalanan karier Prof Dr Achmad Sodiki SH melesat melampaui cita-citanya. Sebagai akademisi, Achmad Sodiki berhasil menjadi guru besar dalam bidang ilmu hukum di Universitas Brawijaya, Malang, yang merupakan kedudukan tertinggi yang begitu memuaskan baginya.
"Cita-cita saya sudah tercapai," kata Achmad Sodiki. Tetapi kenyataan berkata lain. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memintanya menjadi hakim konstitusi di Mahkamah Konstitusi (MK). "Tentu tidak enak kalau saya bertanya kepada Presiden mengapa memilih saya," ujarnya.
Setelah memegang palu atau menjadi hakim konstitusi selama setahun sejak 2009, muncul lagi lompatan. Puncak cita-citanya pun terlampaui lebih jauh lagi. Ahli hukum agraria, filsafat hukum, dan teori hukum itu terpilih lagi sebagai Wakil Ketua (Waka) MK. Untuk sampai ke puncak jabatan itu, pria kelahiran Blitar, 11 November 1944, ini melewati empat putaran pemilihan. Akhirnya peserta Program Leiden Belanda 1989 ini pada 14 Januari 2010 mengucapkan sumpah sebagai Wakil Ketua MK untuk periode 2010-2013.
Pengawal konstitusi ini mengenal dunia hukum sejak meraih gelar sarjana hukum di Universitas Brawijaya (1970). Achmad Sodiki kemudian melanjutkan pendidikan S-2 dan S-3 di Universitas Airlangga (1978 dan 1994).
Peserta kursus Lemhannas 2001 ini mengaku kini saat-saat paling bermakna sepanjang hidupnya. Ia merasa lebih merdeka dengan pemikiran karena tidak dibatas-batasi. Sebagai pimpinan lembaga tinggi negara, kakek dua cucu ini menilai hukum di Indonesia belum bisa menyelesaikan semua masalah. Dia berharap putusan hakim bisa memecahkan kebuntuan-kebuntuan yang ada di tengah-tengah masyarakat. (Wilmar P/Lerman Sipayung)
Sumber: www.suarakarya-online.com