Jakarta | Tue 09 Feb 2010
by : M. Yamin Panca Setia
MAHKAMAH Konstitusi (MK) melakukan langkah progresif untuk mengamankan hukum dari potensi penyalahgunaan kekuasaan. Delapan hakim konstitusi menilai Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) bisa diuji MK untuk menyelamatkan hukum dari permainan politik.
"MK harus mengambil peran karena kalau tidak, akan terjadi peluang penyalahgunaan kekuasaan dan permainan politik yang dapat menghancurkan dunia hukum kita kalau MK menutup pintu terhadap pengujian perpu," kata Ketua MK Moh Mahfud MD saat dijumpai di ruang kerjanya di Gedung MK, Jakarta, kemarin.
Menurut Mahfud, MK harus menguji perpu karena muncul fakta baru yang menjadi polemik masyarakat terkait dengan penerbitan perpu oleh Presiden. Dia mencontohkan polemik Perpu Nomor 4 Tahun 2008 tentang Jaring Pengaman Sektor Keuangan (JPSK).
"Itu kan dipersoalkan. Disahkan atau tidak sesudah muncul kasus Bank Century, Rancangan Undang-Undang (RUU) JPSK diajukan. Lalu, kalau suatu saat ada UU begitu, dibiarkan berlaku padahal tidak jelas nasibnya, maka MK harus mengambil peran," kata dia.
Langkah progresif MK tersebut setelah kemarin menyatakan tidak dapat menerima pengujian Perpu Nomor 4 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Mahkamah menyatakan, pemohon tidak memiliki legal standing (kedudukan hukum) untuk mengajukan permohonan a quo sehingga pokok permohonan tidak dapat dipertimbangkan. Uji materi Perpu diajukan sejumlah advokat antara lain: Saor Siagian, Mangapul Silalahi, Daniel Tonapa Masiku, Sandi Ebenezer Situngkir, Carrel Ticualu, Pieterson Tanos, Samaruddin R Manulung, Vinsensius H Ranteallo, Judianto Simanjuntak, Yanrino HB Sibuae, Brodus, Hendri D Sitompul, dan Roberthus Bait Keytimu.
Dalam putusan itu, Mahfud mempunyai alasan berbeda (concurring opinion). Sementara hakim konstitusi Muhammad Alim mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion). Mahfud menyatakan, secara formal UUD 1945 menempatkan secara berbeda penyebutan atau pengaturan antara UU dan Perpu.
UU diatur dalam Pasal 20 sedangkan Perpu diatur dalam Pasal 22. Dari sudut isi, Mahfud menilai Perpu mengatur materi muatan UU. "Artinya isi perpu itu sebenarnya adalah UU yang dibuat dalam kegentingan yang memaksa yang alasan-alasannya merupakan hak subyektif Presiden," kata dia.
Namun, lanjutnya, karena dibuat dalam keadaan genting itulah UUD 1945 melalui Pasal 22 menyatakan bahwa Perpu harus mendapat persetujuan DPR pada masa sidang berikutnya. Apabila DPR tidak menyetujuinya maka perpu itu harus dicabut atau dibatalkan. Tetapi, apabila DPR menyetujuinya maka perpu itu ditetapkan menjadi UU.
"Jadi, kewenangan Mahkamah untuk menguji perpu yang memang bermaterikan undang-undang itu hanya dapat dilakukan apabila sudah diuji, dinilai, dibahas, atau apa pun namanya dalam forum politik di DPR dan DPR menyetujuinya menjadi undang-undang. Jika DPR tidak menyetujui maka perpu itu dicabut tetapi jika DPR menyetujui maka perpu itu ditetapkan menjadi UU," kata dia.
Persoalannya, Mahfud menyatakan, suatu saat bisa saja perpu untuk melumpuhkan lembaga negara, termasuk DPR yang akan membahas sehingga perpu dipaksakan.
"Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka saya berpendapat, tidak boleh ada satu detik pun ada hukum yang bertentangan dengan konstitusi, maka MK membuat yurisprudensi. Bahwa perpu akan diuji karena isinya memang UU. Pengujian perpu oleh MK, sekaligus mengantisipasi ketidakseriusan DPR untuk membahas perpu guna menyatakan pendapat ditolak atau tidak," kata dia.
Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Islam Indonesia (UII) itu menegaskan, uji materi perpu juga bukan merupakan bentuk desakan MK terhadap DPR untuk menyatakan pendapat terhadap perpu. "Itu tidak boleh dibuat main-main," tutur Mahfud.
Namun, dia menunjuk bukti jika DPR meremehkan pembahasan seperti pada Perpu Nomor 4 Tahun 2009. "Faktanya belum diapa-apakan. Padahal sudah melampaui dua masa sidang. Kalau itu dibiarkan, nanti akan ada perpu lain, mungkin enam bulan yang akan datang, atau lewat empat atau lima masa sidang. Kalau itu terjadi, MK dapat mengambil peran untuk melakukan uji formal dan uji formil," kata dia menegaskan.
Sumber www.jurnalnasional.com (09/02/2010)