Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan tidak dapat menerima permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2009 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD yang diajukan oleh Subhan Saputra, dkk selaku Anggota DPRD dari Kabupaten Hulu Sungai Tengah, Kalimantan Selatan dan Marthen Maure, dkk yang menjabat sebagai Anggota DPRD Kabupaten Alor, Nusa Tenggara Timur. Demikian amar putusan perkara Nomor 142–146/PUU-VII/2009 yang dibacakan oleh Ketua MK Moh. Mahfud MD, Senin (8/2), di Gedung MK.
Dalam pertimbangan hukum yang dibacakan oleh Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati, MK menyatakan bahwa hak konstitusional perorangan warga negara Indonesia tidak sama dengan "perorangan warga negara Indonesia dalam kedudukannya sebagai anggota DPRD". "Hal ini karena perorangan warga negara Indonesia yang bukan anggota DPRD tidak mempunyai hak seperti diatur dalam Pasal 44 ayat (1) UU Pemda juncto Pasal 299 dan Pasal 350 UU 27/2009," jelasnya.
Selain itu, Hakim Konstitusi M. Akil Mochtar menjelaskan apabila ketentuan Pasal 354 ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), ayat (6), ayat (7), ayat (8), dan ayat (9) serta Penjelasan Pasal 354 ayat (2) dan Pasal 355 ayat (6) UU 27/2009 yang dimohonkan Pemohon dihubungkan dengan Pasal 27, Pasal 28D ayat (1) dan ayat (3), serta Pasal 28I ayat (2) UUD 1945 sebagai batu uji Pemohon, maka selaku perorangan warga negara Indonesia, para Pemohon tidak memiliki kepentingan untuk menguji pasal-pasal a quo.
Akil juga menjelaskan bahwa mengenai pemilihan Pimpinan MPR yang oleh para Pemohon dijadikan dasar untuk meminta perlakuan sama, menurut MK adalah tidak tepat. Hal tersebut, lanjut Akil, karena Anggota MPR berbeda dengan Anggota DPR maupun DPRD. Pasal 2 ayat (1) UUD 1945 menentukan, "Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang".
"Tata cara pemilihan Pimpinan DPRD kabupaten/kota yang berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak merupakan pilihan kebijakan yang menjadi ranah dari pembentuk Undang-Undang yang tidak bertentangan dengan konstitusi," jelas Akil.
Oleh karena itu, berdasarkan seluruh uraian pertimbangan tersebut di atas, MK berpendapat, bahwa para Pemohon sebagai perorangan warga negara Indonesia yang bertindak selaku anggota DPRD tidak memiliki kedudukan hukum (legal standing) dalam permohonan a quo. "Maka pokok permohonan Pemohon tidak dapat dipertimbangkan," tandas Mahfud. (Lulu A.)