MK Tolak Uji Materi Perpu PLT KPK
Selasa, 09 Februari 2010
| 08:55 WIB
Uji materi peraturan pemerintah pengganti UU nomor 4 Tahun 2009 yang diajukan Perhimpunan Advokat Indonesia Pengawal (PAIP) Konstitusi ditolak Mahkamah Konstitusi (MK). Pemohon dinilai tidak memiliki kedudukan hukum dalam perkara ini.
"Para pemohon tidak mempunyai kedudukan hukum (legal standing) untuk mengajukan permohonan," ujar Ketua Majelis Hakim Konstitusi Mahfud MD dalam persidangan di Gedung MK, JL Medan Merdeka Barat, Jakarta, Senin (8/2/2010).
Menurut Mahfud, para pemohon yang berprofesi sebagai advokat tidak dirugikan hak konstitusoinalnya karena berlakunya Perpu tersebut. Jika para pemohon mengalami kerugian maka kerugian tersebut tidak bersifat spesifik dan aktual atau setidak-tidaknya potensialn yang menurut penalaran yang wajar dan dipastikan akan terjadi.
"Tidak ada hubungan sebab akibat antara kerugian yang didalilkan oleh para pemohon dengan berlakunya Perpu tersebut yang dimohonkan diujikan," imbuhnya.
Selain itu MK juga berpendapat tidak ada jaminan bahwa dengan dikabulkannya permohonan kerugian konstitusional sebagaimana didalilkan tidak terjadi lagi.
Alasan Berbeda dan Pendapat Berbeda
Terhadap putusan Mahkamah ini Hakim Konstitusi Mafhud MD mempunyai alasan yang berbeda (concurring opinion) dan Hakim Konstitusi Muhammad Alim mempunyai pendapat berbeda (dissenting opinion).
Menurut Mahfud, akhir-akhir ini ada perkembangan penting dalam ketatanegaraan sehingga dirinya menyetujui agar Perpu dapat di uji konstitusionaliyanya oleh MK terutama melalui titik tekan dalam penafsiran konstitusi.
"Jika dirunut dari original intent, tafsir historik, tafsir gramatik dan logika hukum seharusnya MK tidak bsa melakukan pengujian yudisial (judicial review) atas perpu. Sebab menurut pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 Mahkamah dalam pasal tersebut sabgat jelas hanya menyebut undang-undang tidak menyebut perpu," kata Mahfud.
Mahfud pun memberikan penjelasan terkait tidak disetujuinya sebuah perpu oleh DPR, dan juga pertanyaan sampai kapan sebuah perpu yang tidak mendapat persetujuan DPR harus diganti dengan undang-undang pencabutan atau undang-undang pengganti.
"Oleh karena itu menjadi wajar pula demi tegaknya konstitusi, MK diberi kewenangan untuk melakukan pengujian terhadap perpu," imbuhnya.
Sementara Muhammad Alim mengatakan alasan-alasan ketidakberwenagan Mahkamah konstitusi menguji perpu diantaranya adalah pada pasal 24 C ayat 1 UUD 1945, pasal 10 ayat 1 huruf a UU nomor 24 tahun 2003 tentang MK, pasal 12 ayat 1 huruf a UU nomor 4 tahun 2004 tentang kekuasan kehakiman hanya menyebut "Menguji undang-undang terhadap UUD".
"Meskipun demikian, rumusan pasal 24 C ayat 1 UUD 1945 hanya memberi kewenangan untuk "menguji undang-undang terhadap UUD. Kewenangan menguji undang-undang tanpa menyebut perpu, terhadap UUD 1945 tidak termasuk menuji perpu, tidak termasuk pula menuji Tap MPR," kata Muhammad Alim.
Mega Putra Ratya, Detik.com