Jakarta | Fri 05 Feb 2010
by : M. Yamin Panca Setia
PEMERINTAH dan DPR mengkhawatirkan akan terjadi konflik horizontal antarelemen masyarakat jika Mahkamah Konstitusi (MK) membatalkan UU No 1/PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan dan Penodaan Agama. Karena itu, Pemerintah dan DPR mengharap agar MK menolak uji materi yang diajukan oleh sejumlah aktivis HAM tersebut karena dinilai melanggar kebebasan dan HAM.
Para pemohon menguji Pasal 1, Pasal 2 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 3, dan Pasal 4 yang diatur dalam UU No 1/PNPS/1965. Pasal-pasal yang diatur dalam UU a quo tersebut dinilai bertentangan dengan UUD 1945.
Menteri Agama Suryadharma Ali menyatakan, UU No 1/PNPS/1965 tidak membatasi warga negara untuk memeluk, menyakini dan menjalankan ibadah menurut agama dan kepercayaannya. UU tersebut juga diarahkan untuk ketertiban, keharmonisan, dan pencegahan terhadap upaya penodaan sebuah agama yang dilakukan individu atau kelompok tertentu.
"Jika hal tersebut tidak diatur akan menimbulkan konflik horizontal, keresahan, dan perpecahan masyarakat, instabilitas dan memicu disintegrasi bangsa," kata Suryadharma saat menyampaikan opening stattement dari pemerintah saat digelar sidang pleno mendengarkan keterangan pemerintah, DPR, dan pihak terkait seperti Majelis Ulama Indonesia (MUI), Muhammadiyah, dan Persekutuan Geraja Indonesia.
Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar menyatakan, UU No 1/PNPS/1965 sudah merepresentasikan jiwa semua pemeluk agama di Indonesia. Buktinya, hingga saat ini, semua pemeluk agama dapat melaksanakan aktivitas agama sesuai keyakinannya.
Sementara itu, Chairuman Harapan yang mewakili DPR mengatakan, untuk memahami UU a quo tidak hanya memahami teksnya saja. Namun, harus memahami semangat dan jiwanya, dengan mempelajari latar belakang filosifis dan sosiologis. Dia menilai, walau UU No 1/PNPS/1965 merupakan produk hukum rezim Orde Lama lama, namun prosedur penyusunannya sesuai dengan latar belakang sosiologis dan filosofis.
Ketua MUI Amidhan menyatakan, tindakan penyalahgunaan agama tidak boleh dibiarkan karena akan menimbulkan keresahan umat beragama. Tindakan tersebut juga akan memakan korban umat beragama karena telah disesatkan mental dan spritualnya sehingga perlu ada upaya serius untuk menyadarkan mereka agar kembali ke jalan yang benar.
Kuasa hukum pemohon Uli Parulian Sihombing menolak jika permohonan menyebutkan soal adanya pembatasan. "Kami juga tidak mengatakan ada kebebasan yang sebebasnya. Memang kebebasan ada batasannya," kata dia.
Uji materi UU tersebut diajukan Rachland Nashidik (Imparsial) Asmara Nababan (Elsam), Syamsuddin Radjab (PBHI), Anton Pradjasto (Pusat Studi HAM dan Demokrasi), Hendardi (Setara Institute), Muhammad Nur Khoiron Desantara Foundation, Patra Mijaya Zen (YLBHI), Gus Dur, Musdah Mulia, Dawam Rahardjo, dan Maman Imanul Haq.
Sumber www.jurnalnasional.com