MA tolak usul MK
Senin, 01 Februari 2010
| 11:32 WIB
Mahkamah Agung (MA) menolak usul Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendapatkan kewenangan menguji pengaduan konstitusional atau constitutional complaint. Penolakan tersebut terutama menyangkut usul supaya MK bisa menguji putusan peninjauan kembali (PK) yang selama ini menjadi upaya hukum luar biasa dan terakhir di lembaga peradilan.
''Kalau putusan PK dapat diuji lagi, lalu kapan perkaranya selesai? Kapan selesai perkaranya?'' ujar Ketua MA Harifin Andi Tumpa di gedung MA, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Jumat (29/1).
Harifin menuturkan, PK adalah upaya hukum terakhir yang bisa ditempuh pencari keadilan. Pada dasarnya, setiap perkara yang masuk ke tahap PK sudah berkali-kali diuji, yakni di tingkat banding di pengadilan tinggi dan kasasi di MA.
PK adalah upaya hukum luar biasa karena putusan kasasi sudah mengukuhkan atau menegasikan putusan pengadilan di bawahnya. ''Jika ada putusan PK yang bermasalah, selalu ada upaya hukumnya,'' tutur Harifin tanpa menjelaskan lebih lanjut.
Constitutional complaint atau pengaduan konstitusional adalah pengaduan warga negara ke MK karena mendapat perlakuan dari pemerintah yang bertentangan dengan konstitusi. Kewenangan constitutional complaint saat ini dimiliki, antara lain, MK Republik Federal Jerman.
Sebelumnya, Ketua MK Mahfud M.D. menekankan pentingnya lembaga yang dipimpinnya memiliki kewenangan constitutional complaint. Dia lantas mencontohkan putusan PK kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib dengan terpidana Pollycarpus.
Mahfud menilai putusan PK yang menghukum Pollycarpus keliru karena PK diajukan jaksa penuntut umum (JPU) setelah dalam proses kasasi MA membebaskan Pollycarpus. Berdasar hukum acara pidana, PK hanya bisa diajukan terpidana atau kuasa hukumnya. Jadi, putusan PK yang menghukum Pollycarpus dinilai Mahfud keliru karena diajukan Kejaksaan Agung (Kejagung).
Mahfud mencontohkan constitutional complaint juga bisa menyelesaikan kasus sengketa pilkada Lampung yang melibatkan kader Golkar Alzier Dianis Thabrani dan kader PDIP Sjahruddin. MA memutuskan untuk memenangkan Alzier sehingga ketua DPD I Golkar Lampung itu berhak ditetapkan sebagai gubernur Lampung. Tapi, hingga akhir masa jabatan Presiden Megawati Soekarnoputri, Alzier tidak bisa dilantik karena presiden sudah telanjur melantik Sjahruddin sebagai gubernur Lampung.
Meski demikian, Harifin mengapresiasi wacana constitutional complaint seperti disampaikan MK. Hanya, dia mengingatkan penerapan constitutional complaint baru dapat dilakukan bila kewenangan itu tercantum dalam UUD 1945. ''Boleh saja (MK) berwacana di kampus-kampus. Tapi, kewenangan (constitutional complaint) itu kan ditentukan UUD,'' tegasnya.
Noe/Dwi, JAWAPOS