Isu pemakzulan (impeachment) terkait dengan kasus dana talangan (bailout) Bank Century Rp 6,7 triliun mendapat tanggapan dari mantan Presiden RI Bacharuddin Jusuf Habibie. Presiden ketiga RI tersebut berpendapat, rencana pemakzulan itu merupakan rencana keputusan termahal dalam ketatanegaraan di tanah air.
''Pemakzulan itu sangat high-cost secara politik, sosial, dan ekonomi. Itu sangat tidak rasional,'' tegas Habibie setelah acara wisuda dan penganugerahan gelar doktor honoris causa di Balairung Kampus Universitas Indonesia (UI), Depok, kemarin (30/1).
Isu pemakzulan tersebut bergulir setelah Pansus Hak Angket Century DPR menduga ada pelanggaran kebijakan dan kerugian negara yang dilakukan Menteri Keuangan Sri Mulyani (selaku ketua Komite Stabilitas Sektor Keuangan atau KSSK) dan Wakil Presiden Boediono (saat itu gubernur Bank Indonesia atau BI). Isu pemakzulan juga muncul saat pansus berencana meminta keterangan Presiden SBY sebagai saksi.
Menurut Habibie, desakan terhadap impeachment masih belum sempurna. Tokoh kelahiran Pare-Pare, Sulsel, 25 Juni 1936, itu meminta agar pemakzulan mempertimbangkan biaya sosial dan politik. Habibie juga meminta semua kalangan, termasuk DPR, mengikuti mekanisme pemakzulan sesuai dengan konstitusi.
Jika benar-benar terjadi, kata Habibie, pemakzulan akan mengorbankan seluruh aspek. Bukan hanya uang, melainkan juga sosial, politik, dan ekonomi. Setiap pihak, tuturnya, boleh mengkritik, namun harus tetap berada di koridor yang sesuai. Bukan berniat untuk saling menjatuhkan.
Habibie meyakini pemakzulan dapat berdampak luar biasa bagi pembangunan Indonesia. Setidaknya, indikator ekonomi bakal langsung terpukul. Belum lagi, tambahnya, beban politik yang ditanggung rakyat Indonesia bakal lebih besar. Pemakzulan dapat menciptakan ketidakseimbangan pemerintahan. Itu sama saja dengan menghambat laju pembangunan. ''Saya lebih cocok menyelesaikan masalah itu secara bijak,'' tutur penyandang tiga gelar doktor honoris causa tersebut.
Habibie minta Mahkamah Konstitusi (MK) dapat lebih optimal membahas perkara itu. Kesalahan dalam putusan pemakzulan akan langsung mendapatkan respons luar biasa. Akibatnya pun bakal semakin sulit bagi Indonesia.
''Negara kita adalah negara hukum, harus sesuai dengan UUD 1945. Jangan sampai sedikit-sedikit impeachment. Bagaimana nanti jadinya negara ini,'' tegas mantan menteri negara riset dan teknologi (Menristek) serta wakil presiden pada era pemerintahan Presiden Soeharto tersebut. ''Serahkan saja kepada ahlinya, Mahkamah Konstitusi,'' lanjutnya.
Mantan ketua umum Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) tersebut berharap semua pelaku kebijakan dapat mengelola sumber daya Indonesia yang sudah maju secara baik. Beberapa indikator kemajuan yang sudah diraih tidak boleh rusak hanya karena kebijakan yang salah.
Habibie mendapat gelar doktor honoris causa dari UI dalam bidang filsafat teknologi. Penganugerahan dilakukan bersamaan dengan wisuda UI 2010. Hadir dalam acara tersebut para guru besar maupun civitas akademika UI, mantan Men BUMN Sofyan Djalil, anggota Wantimpres (Dewan Pertimbangan Presiden) yang baru dilantik Prof Dr Emil Salim, dan Ny Hasri Ainun Habibie.
Saat memberikan sambutan atas penganugerahan gelar itu, Habibie menyatakan sangat menghormati dan mengagumi dua perempuan. Anugerah gelar dari UI tersebut diakuinya tak lepas dari peran ibundanya, R.A. Tuti Marini Puspowardojo, dan istrinya.
''Di balik seorang tokoh, selalu tersembunyi peran dua perempuan, yaitu ibu dan istri,'' tutur Habibie. Tepuk tangan membahana saat Habibie menyatakan kalimat yang bermakna dalam tersebut.
Doktor konstruksi pesawat terbang lulusan Jerman itu menyatakan menerima gelar tersebut atas nama ayah dan ibunya. ''Secara pribadi, saya menerima pengharaan ini atas nama ayah saya, almarhum Alwi Abdul Jalil Habibie, dan almarhumah ibu saya, R.A. Tuti Marini Puspowardojo, yang telah membekali proses pembudayaan sejak kecil dan menanamkan nilai-nilai kejuangan dalam ilmu pengetahuan dan teknologi,'' papar Habibie.
Tokoh yang dikenal dengan pemikiran ekonomi makro Habibienomics itu juga mempersembahkan gelar tersebut kepada keluarga dan istrinya. ''Saya juga menerima penghargaan ini atas nama keluarga, anak-anak, dan cucu-cucu saya. Khususnya, istri saya yang terus mendampingi dengan tulus dan ikhlas sehingga saya menjadi hamba Allah seperti sekarang ini,'' ucap bapak dua anak tersebut.
Habibie juga menyadari penghormatan atas gelar tersebut bukan hanya untuk dirinya pribadi. ''(Gelar) ini juga untuk anak-anak intelektual saya dan para cendekiawan yang berkhidmat dalam riset, serta ilmu pengetahuan dan teknologi atas kesungguhan dan dedikasinya,'' tegasnya.
Berdasar catatan akademiknya. Habibie meraih tiga gelar doktor honoris causa. Gelar pertama dalam bidang ilmu pengetahuan alam diraih dari Institute of Technology, Inggris, pada 11 Juni 1993. Lalu, gelar doktor honoris causa kedua diterima dari Chungbuk National Unirversity, Korsel, pada 13 Maret 2001 dalam bidang administrasi publik.
Rko/Jpnn/Pri/Dwi,JAWAPOS