MAHKAMAH Konstitusi (MK) menyatakan siap menangani sengketa pilkada yang dilaksanakan di tahun 2010 ini. Di tahun ini diperkirakan 246 pilkada akan digelar. MK memperkirakan separuh dari Pilkada 2010 akan bermuara pada sengketa Pilkada yang harus diselesaikan MK.
"Kami siap menyelesaikannya dengan cara yang dulu kami lakukan. Kami lembur setiap malam. Kami Insya Allah bisa mengatasi itu. Tahun ini, ada 246 Pilkada yang kira-kira akan menumpuk di bulan Agustus. Kita antisipasi, separuh dari Pilkada itu akan berperkara ke MK. Artinya kami menyiapkan kalau 126 kasus sengketa pilkada masuk ke MK," kata Ketua MK Moh Mahfud MD, di Gedung MK, Jakarta, Selasa (26/1).
Mahfud menegaskan, jika kesiapan MK amat tergantung pemerintah dan DPR. "Kalau pemerintah dan DPR belum sepakat, belum siap, ya kita diam saja," katanya. Namun, dia menyatakan, jika pemerintah dan DPR menyatakan Pilkada digelar hari ini, MK siap melaksanakannya. "Laksanakan besok, MK siap laksanakan besok. Kalau pemerintah dan DPR tidak setuju, ditunda, ya terserah saja. Artinya kami kapan pun dimajukan siap, tetap bulan Agustus siap, ditunda juga siap. Kami sekarang sudah menyiapkan perangkat lunak dan perangkat keras untuk itu," ujar Mahfud.
MK juga sudah menyiapkan sejumlah peraturan. Dia menilai peraturan penanganan sengketa Pilkada selama ini memang menuai diperdebatkan. Aturan resmi dalam UU MK hanya memutus hasil perhitungan suara. Sementara di dalam banyak kasus, Mahfud menyatakan, banyak hasil perhitungan suara itu yang secara formal benar, tetapi secara proseduralnya salah.
Dia mencontohkan ada perkara Pilkada yang sudah diputus oleh Komisi Pemilihan Umun (KPU). Lalu diperkarakan ke MK. Dari fakta persidangan, ternyata ditemukan proses pelanggaran yang serius, tetapi belum diselesaikan karena waktunya sudah lewat. KPU pun menganggap tidak ada pelanggaran sehingga dibuat keputusan. "Lalu, kami mengambil kreasi, yaitu kami perintahkan dihitung dan dipilih ulang yang jelas-jelas ada bukti dipersidangan bahwa itu bermasalah."
Saat ini, Mahfud menambahkan, MK tengah menyiapkan hukum acara yang baru untuk mengantisipasi kontroversi putusan MK. Menurut dia, MK pernah menyatakan Pilkada di Jawa Timur harus diulang. Kemudian, kami tidak boleh menilai lagi apakah hasil ulangan itu benar atau tidak karena menurut UUD putusan MK itu sekali final. Maka kemarin kami buat aturan mengenai putusan sela, putusan MK yang sifatnya perintah pengulangan bukan putusan final tetapi putusan sela," katanya.
Revisi
Di tempat terpisah, Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kementerian Dalam Negeri Saut Situmorang mengatakan, aturan bakal calon kepala daerah dan wakil kepala daerah yang akan maju dalam pilkada di Papua dan Papua Barat haruslah orang asli Papua perlu diubah (revisi).
"Ya sudah tidak relevan lagi karena sekarang yang memilih sudah rakyat bukan DPRD lagi, melihat sistem regulasi sekarang khususnya UU 32/2004 yang telah diubah menjadi UU 12/2008 ya memang perlu direvisi," katanya.
Menjelang penyelenggaraan pemilu kepala daerah (pilkada) 2010 di sejumlah kabupaten/kota di Papua dan Papua Barat Majelis Rakyat Papua (MRP) melakukan sosialisasi gerakan moral kepada rakyat Papua yang menyatakan bahwa calon bupati/wali kota di Papua hanyalah orang asli Papua. Aturan bakal calon kepala daerah di Papua haruslah orang asli Papua memang diatur dalam UU Nomor 21 Tahun 2001.
Saut Situmorang mengatakan defenisi orang asli Papua seperti tertuang dalam UU Nomor 21 Tahun 2001 juga perlu dipahami secara utuh. UU menjelaskan bahwa yang disebut orang asli Papua adalah orang yang berasal dari rumpun ras Melanesia yang terdiri dari suku-suku asli di provinsi Papua dan atau orang yang diterima dan diakui sebagai orang asli Papua oleh masyarakat adat Papua.
Berdasarkan data yang disampaikan Kementerian Dalam Negeri, setidaknya terdapat delapan kabupaten di Papua Barat dan 21 kabupaten/kota di Papua yang akan menggelar pilkada di 2010. n M. Yamin Panca Setia/Arjuna Al Ichsan
Jakarta, 28 Jan 2010
Jurnal Nasional