MK Minta RPP Penyadapan Harus Dihentikan
Senin, 25 Januari 2010
| 08:06 WIB
JAKARTA-MI: Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) Penyadapan yang dikembalikan Kementerian Hukum dan HAM kepada Kementerian Komunikasi dan Informasi karena tumpang tindih dengan 5 undang-undang semakin menguatkan bahwa RPP tersebut bertentangan dengan konstitusi. Pemerintah harus menghentikan proses RPP Penyadapan tersebut.
Hal itu ditegaskan oleh Hakim Konstitusi Akil Mochtar kepada Media Indonesia, di Jakarta (22/1).
"Sejak awal saya sudah bilang RPP itu melawan konstitusi. Intersepsi itu tidak bisa diatur dengan peraturan pemerintah, karena berkaitan dengan tugas penyelidikan dan penyidikan. Pemerintah seharusnya menyadari RPP ini tidak bisa dilanjutkan," tegasnya.
Menurut undang-undang, lanjutnya, pembuatan RPP bukan kewenangan dari Depkominfo. "Karena sepanjang hal-hal yang diatur dalam undang-undang lain memang tidak bisa serta merta diatur dengan peraturan pemerintah," tuturnya.
Terlebih lagi, menurutnya, hal ini sudah dipertegas dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang berkenaan dengan penyadapan.
Putusan itu menyebutkan, aturan penyadapan harus dimuat dalam undang-undang.
Pemerintah, kata Akil, sebaiknya menyiapkan undang-undang agar aturannya lebih kuat dan tidak tumpang tindih, yakni dengan mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR.
"Jadi terlebih dahulu dibahas antara pemerintah dan DPR, karena berkaitan dengan hak-hak warga negara yang mendasar," imbuhnya.
Ia menambahkan, kalau tetap dipaksakan dengan membuat RPP melalui departemen, akan menimbulkan kecurigaan yang kuat bahwa terjadi abuse of power. "Muncul kecurigaan ingin mengambil alih kewenangan orang lain. Tidak bisa tiba-tiba materi undang-undang diatur dalam PP yang bertentangan," cetus Akil. (NJ/OL-7)
Jumat, 22 Januari 2010
Nurulia Juwita Sari. Media Indonesia