Jakarta, MKOnline - Hakim Konstitusi Dr. H.M. Akil Mochtar, S.H., M.H. mengatakan, kehadiran Mahkamah Konstitusi (MK) dalam UUD 1945 setelah amandemen tidak terlepas dari kelemahan dalam UUD 1945 sebelum amandemen, yang dinilai tidak mampu menyelesaikan persoalan-persoalan yang muncul dalam praktik ketatanegaraan, mekanisme check and balance yaitu menjaga keseimbangan kekuasaan antarlembaga negara.
“Hal ini disebabkan penerapan sistem pembagian kekuasaan (distribution of power) tidak dilakukan secara benar,” ungkap Akil Mochtar saat memberikan kuliah singkat kepada para mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Bandung, yang mengunjungi MK, Jumat (22/1) pagi.
Oleh karena itu, kata Akil, pembentukan MK dimaksudkan untuk menjaga, memperkuat dasar-dasar konstitusionalisme, dan menyelesaikan sengketa menyangkut sistem ketatanegaraan yang demokratis dalam rangka mekanisme pemisahan kekuasaan (separation of power). Selain itu, sambung Akil, pembentukan MK dimaksudkan sebagai sarana penyelesaian beberapa masalah yang terjadi dalam praktik ketatanegaraan yang sebelumnya tidak ditentukan.
“Terbentuknya MK merupakan wujud nyata dari fakta bahwa diperlukannya keseimbangan dan kontrol antarlembaga negara,” imbuh Akil yang meraih gelar doktor bidang hukumnya di Unpad juga.
Dalam konteks dunia, keberadaan MK merupakan salah satu perkembangan pemikiran hukum dan kenegaraan modern yang muncul pada abad ke-20. Akil melanjutkan, pembentukan Mahkamah Konstitusi di berbagai negara, paling tidak dilatarbelakangi beberapa hal, yaitu sebagai implikasi dari paham konstitusionalisme, mekanisme checks and balances atas separation of power, serta penyelenggaraan negara yang bersih (clean government). (Nano Tresna A)