Uji UU Energi: Permohonan Belum Diperbaiki, Hakim Mempersilakan Pemohon Mencabutnya
Rabu, 20 Januari 2010
| 12:30 WIB
Hakim Konstitusi Harjono (kanan) memberikan nasehat kepada Pemohon (tidak tampak) uji UU Energi, Selasa (19/1), di ruang sidang panel MK. (Humas MK/Annisa Lestari)
Mahkamah Konstitusi (MK) melanjutkan sidang uji materi UU No. 30 Tahun 2007 tentang Energi yang dimohonkan oleh Ir. Safrial MS selaku Bupati Tanjung Jabung Barat, Selasa (19/01), di ruang sidang panel MK. Permohonan bernomor registrasi 153/PUU-VII/2009 ini dimohonkan karena Pemohon merasa hak konstitusionalnya berpotensi dirugikan terkait kekayaan energi.
Dalam agenda sidang perbaikan permohonan ini, Ade Yuliawan selaku Kuasa Hukum Pemohon menerangkan pihaknya belum dapat memperbaiki permohonan. "Kami untuk saat ini belum menerima berkas-berkas dan bukti-bukti yang kami minta dari prinsipal. Maka dengan ini kami mohon maaf belum bisa melakukan perbaikan-perbaikan terhadap uji materi yang kami ajukan dan kami mohon waktu kesempatan tujuh hari ke depan apabila diperkenankan untuk dilakukan penundaan sidang," pintanya kepada Majelis Hakim Panel MK.
Hakim Konstitusi Maria Farida menyatakan hari ini adalah batas akhir perbaikan permohonan."Karena pada hari ini perbaikan permohonan itu belum diajukan maka kami menganggap permohonan yang lalu tidak diperbaiki sehingga kita memakai permohonan yang lama," tuturnya.
Menurut Ade Yuliawan sebenarnya ia telah menyampaikan untuk memperbaiki permohonan, Namun karena keterbatasan tempat yang memerlukan birokrasi dan Pemohon prinsipal sampai sekarang juga belum menerima.
Senada dengan Maria Farida, Hakim Konstitusi Harjono menyatakan permohonan pertama yang dianggap oleh MK. "Jadi begini, permohonan pertama yang kita pertimbangkan untuk diperiksa. Persoalan kemudian saudara mencabut permohonan itu tidak harus di depan Majelis Hakim, Saudara bisa kirim kepada Panitera untuk pencabutan permohonan," tegasnya.
Pasal UU Energi yang diujikan kepada MK adalah Pasal 20 ayat (3) sepanjang frasa "daerah" yakni "Daerah penghasil sumber energi mendapat prioritas energi dari sumber energi setempat". Kemudian Pasal 23 ayat 3 (tiga) sepanjang frasa "badan usaha" yakni "Pengusaha jasa energi hanya dapat dilakukan oleh badan usaha dan perseorangan".
Ade Yuliawan selaku kuasa hukum Pemohon pada sidang sebelumnya mendalilkan bahwa Pasal 23 ayat (3) memiliki tafsir yang mengambang terkait frasa "badan usaha". Tidak ada kejelasan mengenai Badan Usaha Milik Negara Pusat atau Provinsi atau Badan Usaha Milik Daerah Kabupaten atau Kota yang berhak mengelola kekayaan sumber energi. (RN Bayu Aji)